Singapura (ANTARA News) - Harga minyak dunia tergelincir di perdagangan Asia, Selasa, menjelang pertemuan utama OPEC di Wina, akibat beragamnya sinyal mengenai produksi dari anggotanya, para dealer menuyatakan. Kontrak utama minyak jenis ringan di New York untuk pengiriman Oktober anjlok 55 sen menjadi 105,79 dolar per barel dari penutupan di Selasa yang berada di kisaran 106,34 dolar. Harga minyak Laut Utara, Brent, untuk pengiriman Oktober turun 14 sen menjadi 103,30 dolar. Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bermaksud menggelar pertemuan, Selasa, di Vienna untuk mendiskusikan target produksi organisasi, namun berbagai komentar dari anggota utamanya menyarankan penurunan produksi untuk mengantisipasi penurunan harga beberapa bulan ini. Aljazair, Iran, Venezuela, dan Libya mengutarakan kekhawatirannya mengenai kelebihan pasokan dan menyarankan perlunya penurunan produksi, sedang Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Ekuador meminta tidak ada perubahan. Presiden OPEC dan menteri perminyakan Aljazair, Chakib Khelil, Senin, mengatakan, bahwa penurunan produksi oleh 13 negara anggota yang memproduksi 40 persen dari minyak dunia, akan didiskusikan. "Setiap orangsetuju bahwa kita akan mengalami masalah kelebihan pasokan antara setengah juta dan satu setengah juta (barel per hari) awal tahun depan," katanya ketika tiba di Vienna. Saat ini, OPEC dipercayai memiliki kelebihan produksi sekitar satu juta barel per hari dari batas atas resmi sebesar 29,67 juta barel per hari dengan Arab Saudi memiliki kelebihan paling besar. Beberapa analis percaya bahwa Arab Saudi, yang secara de facto menjadipemimpin OPEC dan produser terbesar dunia, akan senang dengan turunnya harga di bawah 100 dolar per barel untuk membantu menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Kuwait, teman Arab Saudi di Teluk, Senin, mengatakan bahwa tidak perlu ada penurunan produksi. "Kami fikir bahwa pasokan melebihi permintaan," kata menteri perminyakan Kuwait, Mohammad Al-Olaim, seperti dikutip AFP. "Untuk saat ini, kami fikir tidak perlu memangkas produksi...kami sedikit khawatir mengenai melambannya pertumbuhan dunia. Harga minyak mentah naik mencapai rekor tertinggi di atas 147 dolar pada Juli, namun turun beberapa pekan terakhir karena munculnya kekhawatiran bahwa AS membawa dunia melamban yang secara pasti akan mengganggu permintaan terhadap energi. (*)

Copyright © ANTARA 2008