Malang, (ANTARA News) - Ribuan petani tebu di Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur terancam bangkrut karena pabrik gula (PG) tidak mampu membayar tebu milik mereka, menyusul melimpahnya distribusi gula impor (rafinasi) yang menyebabkan gula lokal tidak laku dijual di pasaran.
Sekretaris Koperasi Unit Desa (KUD) Gondanglegi, M.H. Ismail Yasin, di Malang, Selasa (9/9), mengakui, hingga saat ini petani tebu di Kecamatan Gondanglegi yang hasil panennya digiling di PG Krebet Baru belum dibayar.
PG berjanji akan membayar tebu petani setelah proses giling selesai, dan hasil produksi gulanya dibeli konsorsium pengusaha tebu dari Jakarta seharga Rp5.100,00 per kilogram.
"Sampai sekarang masih belum dibayar karena harga gula lokal anjlok akibat gula rafinasi," katanya.
Anjloknya harga gula lokal di pasaran membuat petani tebu selama tiga minggu terakhir ini belum menerima pembayaran hasil penjualan gula dari konsorsium.
"Pada bulan Juli lalu masih lancar, namun mulai Agustus macet akibat gula petani tidak laku di pasaran," katanya menjelaskan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika berdialog dengan petani tebu Kabupaten Malang di PG Krebet Baru pada awal tahun 2008 lalu menegaskan bahwa pemerintah akan mencabut kebijakan gula impor. Knyataannya, hingga sekarang tidak terealisasi, bahkan semakin parah.
Ptani juga mengeluhkan turunnya hasil panen berkisar antara 30 persen dan 40 persen akibat cuaca yang tidak menentu.
Ajloknya harga gula lokal menyebabkan kerugian pada petani tebu cukup besar karena sebagian dari mereka masih menyewa lahan berkisar antara Rp13 juta dan Rp15 juta per musim.(*
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008