Jakarta (ANTARA News) - KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), Dewan Pers dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) segera berkoordinasi mengenai iklan partai politik pada media massa termasuk televisi.
"KPI bersama dengan Dewan Pers dan Bawaslu akan duduk bersama untuk membahas aturan pengawasan, kasus pengaduan termasuk iklan kampanye yang dikeluhkan," kata Ketua KPI Sasa Djuarsa Sendjaja di sela-sela acara buka puasa di kantor Depkominfo, Jakarta, Senin.
Sasa mengatakan koordinasi sudah mulai dilakukan oleh tiga institusi tersebut dan mereka berencana untuk bertemu di kantor Bawaslu pada Kamis (18/9) mendatang untuk membahas masalah tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, katanya, akan dibahas mengenai pengawasan kampanye partai politik yang sudah ada aturan mainnya dalam UU Pemilu dan KPU.
"Tinggal bagaimana pengawasan lembaga penyiaran oleh KPI dan Bawaslu, serta Dewan Pers yang akan mengawasi iklan politik di media cetak. Dari aturan tersebut kita operasionalkan," katanya.
Sasa mencontohkan sesuai UU Pemilu, partai politik peserta pemilu diberi kesempatan untuk beriklan di televisi sebanyak 10 kali /spot dengan durasi masing-masing 30 detik.
"Jadi totalnya lima menit per partai, tetapi kalau partai membuat iklan durasi satu menit berarti menjadi lima iklan. Hal seperti itu yang belum kita atur," kata Sasa.
Ketua KPI juga mencontohkan adanya tokoh yang beriklan di televisi sesaat sebelum buka puasa pada bulan Ramadan, apakah hal itu termasuk kampanye politik atau bukan meski tokoh tersebut bukan dari partai politik.
Sebelumnya, Serikat Pengacara Rakyat (SPR) meminta KPI untuk segera menertibkan iklan kampanye politik dari tokoh politik dan partai politik yang ditayangkan di televisi karena dinilai hanya mengumbar janji-janji yang berpotensi merugikan rakyat.
Juru Bicara SPR Habiburokhman SH di Jakarta, Rabu (3/9), mengatakan pihaknya merasa prihatin dengan banyaknya iklan politik yang cenderung mengumbar janji-janji normatif yang sulit dilaksanakan jika mereka terpilih.
Menurut dia, iklan politik semacam itu secara signifikan akan mampu menambah dukungan terhadap si pemasang iklan, yakni para tokoh politik atau parpolnya.
Akan tetapi, kata Habiburokhman, slogan-slogan dan janji-janji yang mereka sampaikan dalam iklan itu sulit terealisasikan jika mereka terpilih, karena tidak ada ukurannya.
"Oleh karena itu, kami minta KPI yang mewakili rakyat pemirsa televisi untuk menegur iklan-iklan seperti itu. Enak saja mereka mengucapkan slogan dan janji berpihak ke rakyat, tetapi setelah terpilih janji-janji itu tidak bisa ditindaklanjuti," katanya.
Hal itu, katanya, akan sangat merugikan rakyat yang sudah terlanjur percaya dengan slogan dan janji yang disampaikan politisi dan parpol tersebut.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008