Ada tren peningkatan jika dibanding tahun sebelumnya yang di bawah angka ituSurabaya (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia mengungkap sebanyak 96 kasus peredaran kasus ilegal senilai Rp58,9 miliar selama 11 bulan, yakni sejak Januari hingga November 2019.
"Ada tren peningkatan jika dibanding tahun sebelumnya yang di bawah angka itu," ujar Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM RI, Mayagustina Andarini kepada wartawan di Surabaya, Selasa.
Ia menjelaskan, meningkatnya jumlah kosmetik ilegal di Indonesia tak terlepas dari kebijakan di perbatasan, di mana produk yang tak berizin dapat masuk meskipun perizinannya menyusul.
Baca juga: Kepala Badan POM RI apresiasi peran perempuan dalam pengawasan obat dan makanan
"Ada kebijakan post border, di mana produk bisa masuk, tapi izinnya menyusul. Selain itu, juga ada kemudahan untuk memasarkan produk. Dari situ ada potensi memasukkan barang secara ilegal," ucapnya.
Ada pun kasus kosmetik yang paling banyak ditangani BPOM adalah kosmetik yang dicampur bahan obat serta tidak punya izin produksi atau izin edar.
Untuk mencegah peredaran kosmetik ilegal, BPOM melakukan berbagai pencegahan seperti melakukan sosialisasi kepada ibu-ibu, generasi milenial dan publik figur yang menjadi endorse, sebab follower-nya akan mengikuti.
"Artis biasanya jika meng-endorse maka follower-nya cepat membeli, seperti kasusnya di Kediri. Akhirnya kami memberikan sosialasi melalui PARFI dan disiarkan ke seluruh TV yang diharapkan artis bisa menyadari, jika meng-endorse barang legal saja," katanya.
Baca juga: Transisi penguatan kinerja sebagai momentum pengembangan SDM BPOM RI
Mayagustina menjelaskan untuk mengetahui suatu kosmetik ilegal atau bukan maka masyarakat hanya perlu membuka situs BPOM di Cek BPOM dan juga BPOM Mobile.
Di situs tersebut, kata dia, BPOM memberikan petunjuk terkait ilegal atau tidak suatu kosmetik.
"Caranya melalui cek BPOM, BPOM mobile. Melihat fisiknya ada izin edar atau tidak. Artis diminta mengecek itu dulu sebelum melakukan endorse," tuturnya.
Tidak hanya publik fugur, pada generasi milenial BPOM juga gencar melakukan sosialisasi, antara lain menggunakan gawai di tangan akan mudah membeli kosmetik ilegal.
"Selain itu, karena generasi milenial akrab dengan gawai sehingga kami memberi tahu caranya. Dia bisa follow instagram dan menyebarkan ke temannya supaya tidak memilih kosmetik ilegal," ujarnya.
Baca juga: BPOM RI berupaya tingkatkan daya saing produk farmasi Indonesia di ASEAN
Baca juga: Kasus obat ilegal online, BPOM RI gerebek dua rumah dan satu gudang
Baca juga: Ikuti pelatihan BPOM RI, Delegasi Palestina terkesan dengan Indonesia
Pewarta: Fiqih Arfani/Willy Irawan
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019