Semarang (ANTARA News) - Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur seharusnya taat hukum dan tidak melakukan tindakan anarki, dengan menyuruh para pendukungnya mengepung dan menduduki Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Gus Dur harusnya taat hukum. Kalau seperti ini namanya anarki. Jadi, ditangkap saja," kata pengamat politik Universitas Diponegoro Semarang, Susilo Utomo, di Semarang, Senin. Sayangnya, kata Susilo, setelah reformasi tindakan yang dilakukan massa dan didukung tokoh besar tidak ada tindakan hukum apa pun. "KPU Pusat maupun KPU yang ada di daerah kan hanya sebagai pelaksana undang-undang. Mereka tidak ada salah apa-apa," tegasnya. Ia menjelaskan, MA sudah mengeluarkan keputusan tetap bahwa PKB yang sah adalah hasil Muktamar PKB di Semarang. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) juga sudah menindaklanjutinya. Dalam demokrasi, tambah Susilo, sebenarnya tidak hanya memilih pemimpin, tetapi juga harus taat hukum serta menghindari kekerasan. Dalam demokrasi juga harus siap kalah dan menang. Di Jateng, Kantor KPU Jateng di Jalan Veteran Nomor 1A Semarang sejak Senin (8/9) pagi sudah dijaga lebih dari seratus polisi. Ada informasi, Gerakan Pemuda Kebangkitan Bangsa (Garda Bangsa) dari kubu PKB versi Gus Dur akan mendatangi KPU Jateng. Namun, informasi kedatangan Garda Bangsa masih simpang siur. Ada yang menyebutkan kedatangan mereka pukul 13.00 WIB, namun ada juga yang menyatakan pukul 15.00 WIB. Sebelumnya, saat memberi keterangan pers bersama Forum DPW PKB di Kantor DPP PKB, Kalibata, Jakarta, Jumat (5/9), Gus Dur memerintahkan pendukungnya di DPW (provinsi) dan DPC (kabupaten/kota) untuk mengepung KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota. Menurut Gus Dur, selama ini pihaknya telah dipermainkan oleh KPU, hak-hak mereka juga dilecehkan. "Duduki saja biar kapok," kata Gus Dur. (*)
Copyright © ANTARA 2008