Jakarta (ANTARA News) - Kadin Indonesia meminta pemerintah melakukan perundingan ulang (renegosiasi) kontrak penjualan LNG dengan beberapa negara pembeli, guna memperkuat likuiditas negara pada masa mendatang. "Kadin Indonesia menyarankan kepada BPH Migas dan pemerintah segera mengambil inisiatif renegosiasi kontrak penjualan LNG dengan beberapa negara pembeli," kata Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kadin Indonesia Bambang Soesatyo, di Jakarta, Minggu. Hal itu, kata Bambang Soesatyo, mengingat dari sekitar 70 kontrak penjualan LNG di awal tahun 2000-an, sebanyak 50 kontrak mengalami hal serupa dengan kontrak penjualan LNG Tangguh ke Propinsi Fujian di China. "Renegosiasi menjadi beralasan karena karakter pasar LNG mulai berbalik menjadi `seller market` (pasar ditentukan oleh penjual) akibat lonjakan harga minyak mentah " kata Bambang. Harga minyak yang mahal saat ini, lanjut dia, mendorong banyak negara melakukan subtitusi sebagian kebutuhan bahan bakar mereka ke gas, termasuk negara konsumen yang menjadi tujuan ekspor LNG Indonesia. Menurut dia, perundingan ulang harga LNG harus dilandasi asumsi masa depan harga minyak. "Sekarang harga minyak turun menjadi 107 dolar AS per barel. Sampai tingkat berapa harga minyak akan menemukan keseimbangannya? Inilah yang akan menjadi patokan negosiator Indonesia memformulasikan batas atas - bawah harga LNG Indonesia," katanya. Bambang mengatakan banyak analis meramalkan harga minyak akan menemukan keseimbangan baru pada tingkat 70 dolar AS per barel. Sedangkan kontrak-kontrak penjualan LNG yang disepakati sebelum dan pada awal tahun 2000-an umumnya berpatokan pada harga minyak antara 23-30-an dolar AS per barel. "Namun inisiatif dan rumusan strategi dalam renegosiasi kontrak harga LNG sebaiknya memasukkan potensi perubahan geopolitik 2009 mengingat tahun depan Amerika Serikat dipimpin presiden baru. Walaupun tidak perlu terburu-buru, proposal renegosiasi harga LNG sebaiknya disiapkan sejak sekarang," ujarnya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008