Lebak (ANTARA News) - Sejumlah petani di Kabupaten Lebak meminta pemerintah untuk mengkaji ulang terhadap sistem penyaluran pupuk bersubsidi yang diterapkan berdasarkan kebutuhan, karena bisa merugikan petani. Apabila pemerintah memaksakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai keputusan Menteri Perdagangan nomor 21 tahun 2008 dikhawatirkan petani tidak mau lagi bercocoktanam padi, kata beberapa petani di Kecamatan malingping dan Panggarangan, Lebak, Minggu. Menurut mereka, Keputusan Menteri Perdagangan itu dianggap sangat memberatkan petani, karena penyaluran pupuk diatur dengan kebutuhan wilayah tersebut sangat sangat rawan terjadi penimbunan dan akhirnya bisa menyengsarakan petani. "Saya kurang setuju dengan sistem penyaluran pupuk berdasarkan kebutuhan wilayah, karena bisa menimbulkan kelangkaan pupuk," kata Ahmad (45), seorang petani Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak. Saat ini petani kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi jenis urea dan SP36, katanya. Penyaluran pupuk di Kabupaten Lebak diberlakukan per wilayah yang ditunjuk pemerintah daerah melalui pengecer kios resmi, yang bila di kios resmi itu habis petani tidak diperbolehkan membeli pupuk ke kios pengecer lain. "Karena itu, saya tidak setuju sistem penyaluran pupuk dihitung dengan wilayah, sebab jika di kios kami sudah habis, kami tidak bisa lagi membeli di kios lain" tuturnya. Ditempat terpisah, H Aep Suhendi (45) seorang distributor pupuk bersubsidi di Kabupaten Lebak, menegaskan, seharusnya penyaluran pupuk itu tidak diatur Menteri Perdagangan nomor 21 tahun 2008 karena dapat menimbulkan kelangkaan dan penimbunan. "Saya sendiri setuju penyaluran pupuk bebas seperti dulu dan tidak diatur dengan wilayah," katanya. Sementara itu, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana, Dinas Pertanian, Kabupaten Lebak, M Memed, menyatakan, hingga saat ini kuota kebutuhan pupuk bersubsidi untuk Kabupaten Lebak saja belum terpenuhi. Karena itu, pupuk bersubsidi sering terjadi kelangkaan karena kuotanya tidak terpenuhi itu. "Saya kira penyaluran per wilayah juga bukan solusi terbaik untuk mengatasi pengadaan pupuk," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008