Sana'a (ANTARA News) - Yaman telah membebaskan bekas sopir Osama bin Laden setelah ia menjalani masa tahanannya menyusul kepulangannya dari kamp penjara Teluk Guantanamo November lalu.
"Salim Hamdan dibebaskan Kamis untuk tinggal dengan keluarganya di Sana'a," kata pengacaranya, Khaled al-Ansi. Ia mengatakan Hamdan telah menandatangani perjanjian untuk tidak melakukan aksi kekerasan.
Seorang pejabat kementerian dalam negeri memastikan pembebasan Hamdan yang dihukum di pengadilan AS dengan tuduhan terorisme dan dikirim kembali ke Yaman oleh AS.
Dalam pengadilan kejahatan perang AS pertama sejak Perang Dunia II, Hamdan dihukum pada Agustus 2008 karena memberikan pelayanan pribadi untuk mendukung terorisme dengan mengemudikan mobil dan menjaga Osama bin Laden, pemimpin al Qaida.
Hamdan dijatuhi hukuman 66 bulan penjara tapi dihargai selama menjalani hukuman di Guantanamo. Masa tahanannya akan berakhir pada 31 Desember dan Pentagon mengatakan sisanya akan dijalani di Yaman.
Hamdan, yang berusia sekitar 40 tahun, mengakui ia merupakan bagian dari pangkalan mobil Osama bin Laden di Afghanistan, tapi mengatakan ia memerlukan pekerjaan itu karena ia membutuhkan upah 200 dolar AS setiap bulan dan tidak tahu atau mendukung tujuan majikannya.
Ia adalah tawanan pertama yang dihukum dalam pemeriksaan pengadilan penuh dari pengadilan yang dikecam-luas yang dibentuk oleh pemerintah Presiden George W. Bush dan Kongres AS.
Pengadilan itu dibentuk untuk mengadili warga bukan-Amerika dengan tuduhan terorisme, di luar pengadilan sipil dan militer di pangkalan Angkatan Laut AS di Teluk Guantanamo di Kuba.
Sekitar 100 dari 250 tawanan yang tersisa di Guantanamo adalah dari Yaman, kampung halaman leluhur Osama. Yaman, negara Arab yang dianggap di Barat sebagai markas gerilyawan garis keras, bergabung dengan perang anti-teror pimpinan-AS setelah serangan 11 September 2001 di kota AS.
Pengadilan Guantanamo telah dikutuk oleh kelompok hak asasi manusia dan ilmuwan AS yang mengatakan mereka telah mencurangi narapidana dengan mengumpulkan bukti yang diperoleh melalui (penggunaan) kekerasan, desas-desus, penyiksaan dan hukum yang berlaku surut, demikian Reuters. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009