Jakarta (ANTARA) - Pengamat perbankan Achmad Deni Daruri menilai perbankan sudah saatnya menaikan suku bunga seiring dengan kian tingginya rasio pinjaman terhadap tabungan (loan to deposit ratio/ LDR).
Berdasarkan hasil penelitian Center for Banking Crisis angka LDR sudah sangat tinggi, diperkirakan akan menembus angka 1 dalam waktu yang tidak lama lagi.
"Kami memperkirakan likuiditas akan semakin ketat," kata Deni yang juga Presiden Direktur Center for Bank Crisis.
Baca juga: Gubernur BI beri sinyal kebijakan moneter akomodatif tahun depan
Kondisi demikian membuat perbankan berupaya untuk meningkatkan deposit. Penurunan dua kali pertumbuhan LDR yang tajam dan negatif secara bersamaan dalam periode tahun 2018 mencerminkan telah terjadinya krisis likuiditas dalam perbankan Indonesia.
"Fungsi Impulse juga menunjukkan bahwa kenaikan Loan pada periode T=0, akan diikuti oleh penurunan angka LDR pada periode-periode selanjutnya. Implikasinya, meninggikan target loan tidak dapat dilakukan bersamaan dengan meninggikan target LDR," ujarnya.
Upaya untuk meningkatkan deposit harus dilakukan dengan serius. Target perbankan jangan hanya menargetkan loan tetapi juga saving (deposit). Target pertumbuhan deposit harus lebih tinggi dari target pertumbuhan loan, kata Deni.
Baca juga: Perbankan siap turunkan suku bunga respon kebijakan BI
Tingkat suku bunga harus dinaikkan ketika loan tumbuh terlalu tinggi. Berdasarkan impulse function, kenaikan loan akan menyebabkan penurunan deposit secara sistematis untuk beberapa bulan kedepan.
Kebijakan arus modal tidak boleh anti asing, karena perekonomian Indonesia tergantung kepada modal asing dan perekonomian asing. Jika target GFCF (Gross Fixed Capital Formation) sudah ditentukan maka opportunity cost nya adalah GDS (Gross Domestic Saving) yang bakal turun, dan sebaliknya jika target GDS (Gross Domestic Saving) yang ditetapkan maka opportunity cost nya adalah penurunan GFCF.
Konsekuensinya upaya meningkatkan GFCF (Gross Fixed Capital Formation) yang akan berimplikasi kepada penurunan GDS (Gross Domestic Saving) sehingga memerlukan aliran saving dari luar negeri untuk menutup saving-investment gap, jelas Deni.
Target pertumbuhan Gross Domestic Saving harus ditentukan dalam kebijakan makroekonomi. Fungsi impulse juga memperlihatkan bahwa kenaikan GDS (Gross Domestic Saving) juga mampu menaikan GDP (Gross Domestic Produk) secara terus menerus selama periode jangka pendek, menengah dan Panjang, kata Deni.
"Implikasinya upaya peningkatan GDS (Gross Domestic Saving) merupakan upaya yang strategis dalam rangka untuk meningkatkan GDP," ujarnya.
Menurut Deni untuk meningkatkan saving tidaklah mudah. Untuk meningkatkan saving rate maka diperlukan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang konsisten sebab pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan gross domestic saving pada tahun depan (t+1).
"Tanpa pertumbuhan ekonomi yang terus menerus maka pada tahun ketiga dan seterusnya akan menyebabkan gross domestic saving semakin menyusut," ujarnya.
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019