Gabungkan rencana listrik pedesaan yang dimiliki PLN, Kementerian ESDM, dan kementerian lain yang memiliki rencana serupa menjadi sebuah peta jalan nasional

Jakarta (ANTARA) - Lembaga Institute for Essential Services Reform (IESR) menyarankan rencana pengembangan jaringan listrik ke kawasan pedesaan berbagai instansi dapat digabungkan menjadi satu peta jalan nasional yang terintegrasi.

"Gabungkan rencana listrik pedesaan yang dimiliki PLN, Kementerian ESDM, dan kementerian lain yang memiliki rencana serupa menjadi sebuah peta jalan nasional," kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa di Jakarta, Senin.

Hal itu, ujar dia, penting dilakukan mengingat selain Kementerian ESDM dan PLN, pemda dan kementerian lain juga memiliki program penyediaan listrik desa atau yang bersinggungan dengan penyediaan akses energi pedesaan sehingga terjadi tumpang tindih rencana.

Koordinasi dan sinergi pelaksanaan peta jalan nasional, lanjutnya, dapat berada di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dengan tim pelaksana yang berasal dari PLN dan berbagai kementerian serta lembaga teknis lainnya yang terkait dengan sektor kelistrikan nasional.

Baca juga: Keterlibatan investasi listrik swasta harus atasi hambatan regulasi

"Melistriki desa dan the last miles (akses listrik pada target-target terakhir) jelas menantang dan memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit. Alokasi anggaran khusus listrik pedesaan perlu dipikirkan dengan tetap mengintegrasikan standar akses energi yang berkualitas," kata Fabby Tumiwa.

Fabby menambahkan bahwa pihaknya juga merekomendasikan pengalihan subsidi listrik 450 VA dan rumah tangga tidak mampu 900 VA menjadi penyediaan panel surya berkapasitas minimal 500 Wp, yang dinilai cukup memadai untuk penerangan dasar dan alat elektronik berdaya menengah.

Sedangkan bila jaringan PLN masuk, lanjutnya, maka masyarakat juga dapat menyambungkan sistem mereka dengan skema net-metering.

Ia juga menginginkan agar semua pemangku kepentingan yang terlibat yaitu PLN, kementerian dan lembaga, serta pemda, menggunakan peta jalan itu untuk penyediaan akses listrik di lingkup kewenangan masing-masing, dengan pembiayaannya juga dapat ditopang oleh pembiayaan multi aktor dan nonpemerintah, selama tetap mengacu standar minimal yang tertera dalam peta jalan tersebut.

Kementerian ESDM mencatat rasio elektrifikasi nasional hingga September 2019 mencapai 98,86 persen atau naik 0,56 persen dari Desember 2018 yang 98,3 persen.

Baca juga: PLTN bisa jadi solusi peningkatkan elektrifikasi Kalimantan Barat

"Hingga September 2019, rasio elektrifikasi nasional mencapai angka 98,86 persen. Keadilan atau pemerataan diwujudkan dalam rasio elektrifikasi ini," ungkap Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana.

Ia mengemukakan selama empat tahun terakhir ini capaian rasio elektrifikasi nasional rata-rata tiga persen per tahun dari rata-rata sebelumnya yang hanya mencapai satu persen.

Pemerintah terus memacu peningkatan rasio elektrifikasi di wilayah tertinggal dari daerah lainnya yang rata-rata sudah mencapai 99 persen.

Untuk mencapai target rasio elektrifikasi pada akhir 2019, masih terdapat 1.103.859 rumah tangga yang harus dilistriki.

Dari rumah tangga tersebut, berdasarkan basis data terpadu Badan Pusat Statistik (BPS) dan hasil verifikasi PT PLN (Persero), 710.008 rumah tangga di antaranya merupakan masyarakat tidak mampu, dengan jaringan listrik sudah di depan rumah, namun tidak dapat membayar sambungan pasang baru karena ketidakmampuan ekonomi.

Untuk melistriki rumah tangga tidak mampu tersebut, Kementerian ESDM mencanangkan program Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) 450 VA untuk masyarakat tidak mampu dari program sinergi BUMN, CSR PT PLN (Persero), APBD, program one man one hope PT PLN (Persero) dan program Kementerian ESDM Peduli.

Baca juga: Rasio elektrifikasi nasional capai 98,86 persen

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019