Yogyakarta (ANTARA) - Tujuh buah gunungan yang berisi aneka hasil bumi diarak oleh ratusan prajurit dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dalam acara Grebeg Maulud, Tahun Wawu 1953 di Yogyakarta, Minggu.
Pada Grebeg Maulud itu, gunungan dari Keraton yang diarak dari Siti Hinggil Keraton Yogyakarta terdiri atas dua Gunungan Kakung, Gunungan Estri, Gunungan Darat, Gunungan Gepak, dan Gunungan Pawuhan.
Lima gunungan di antaranya adalah Gunungan Kakung, Gunungan Estri, Gunungan Darat, Gunungan Pawuhan, dan Gunungan Gepak diarak Bregada Surakarsa menuju Kagungan Dalem Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta.
Sedangkan dua Gunungan Kakung, masing-masing menuju Kepatihan dengan dikawal Bregada Bugis dan menuju Puro Pakualaman dikawal oleh Bregada Pakualaman, yakni Dragunder dan Plangkir diiringi pasukan gajah dari Kebun Binatang Gembira Loka.
Meski cuaca panas, ribuan warga dan wisatawan antusias menyaksikan prosesi itu. Dengan berdiri membentuk pagar betis, mereka memadati halaman Pagelaran Keraton Yogyakarta, Alun-Alun Utara, hingga Masjid Gedhe Kauman.
Baca juga: Gunungan Grebeg Maulud menarik ribuan warga di Yogyakarta
Baca juga: Ribuan warga berebut Gunungan Grebeg Maulud di Yogyakarta
Baca juga: Ribuan warga Yogya saksikan gunungan grebeg Maulud
Staf Tepas Keprajuritan Keraton Ngayogyakarta Kusumo Negoro mengatakan sebagai keraton yang benafaskan Islam, Keraton Yogyakarta memeringati kelahiran Nabi Muhammad SAW melalui Grebeg Maulud dengan mengacu perhitungan kalender Jawa.
"Untuk tahun ini memang ada perbedaan, mengacu kalender Hijriah peringatannya pada 9 November, sedangkan kalender Jawa pada 10 November," kata dia.
Menurut Kusumo, seperti saat Grebeg Besar pada Hari Raya Idul Adha maupun Grebeg Syawal pada Hari Raya Idul Fitri, gunungan dikeluarkan sebagai simbol hubungan atau sedekah Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X kepada rakyatnya.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019