Oleh Edy M. Ya`kub dan ParamithaSurabaya (ANTARA News) - Pagi itu, matahari mulai bersinar di langit Sidoarjo, yang kini juga dikenal sebagai "kota lumpur" karena sebagian kawasannya ditutupi luapan lumpur panas sejak 29 Mei 2006. Lumpur yang terletak di kawasan eksplorasi PT Lapindo Brantas Inc. itu berjarak sekira enam kilometer dari pusat kota Sidoarjo. Namun, di tengah kota itu ada asap kue lumpur yang mengepul dari sebuah rumah sederhana, yang jaraknya sekira 500 meter dari alun-alun kota. Walhasil, Kota Sidoarjo tak hanya didatangi banyak orang untuk menyaksikan lumpur panas, namun banyak juga orang yang datang untuk menikmati lezatnya kue lumpur. Ada geliat kesibukan di rumah sederhana bercat hijau yang terletak di pertigaan Jalan Hangtuah, Sidoarjo itu. Lilik, wanita paruh baya, tampak sedang mempersiapkan ember-ember berisi adonan kue lumpur yang akan dipanggang oleh empat pegawainya. Sebaris kompor arang berjajar di depan pintu masuk menuju rumah itu. Dua orang menuangkan adonan ke dalam cetakan kue yang sebelumnya telah diolesi mentega. Seorang lainnya meletakkan tungku besi berisi arang ke atas adonan kue. Satu atau dua kendaraan melintas di kawasanr Jalan Hangtuah yang terltihat lengang pada pagi itu. Sesekali ada motor berhenti, lalu pengendaranya mendatangi Ny Lilik untuk memesan beberapa kue lumpur yang baru selesai dipanggang dan masih panas. Sudah hampir 3,5 tahun Ny. Lilik dengan dibantu suami dan empat pegawainya meracik adonan kue lumpur yang akan dijual pada setiap pukul 04.00 WIB. Tak seperti kue lumpur yang ada di pasaran, kue lumpur buatan Lilik memang lebih istimewa. Jika kue-kue lumpur biasanya bertekstur padat, maka kue lumpur buatan Lilik lebih kenyal karena bahan dasarnya lebih banyak menggunakan adonan telur dibanding campuran tepung. "Supaya lebih lumer ketika dikunyah," katanya. Setiap harinya Lilik bisa menghabiskan lebih dari empat peti telur, atau sekitar 20 kilogram untuk membuat adonan kue lumpur istimewanya.Awalnya, kue lumpur buatan Lilik sama halnya dengan kue lumpur yang ada di pasaran. Hanya mengandalkan rasa manis, dengan sebuah kismis di atasnya. Kemudian Lilik mencoba mengembangkan resep dengan berkreasi menggunakan daging sapi dan irisan kelapa muda. "Kadang orang bosan makan kue lumpur dengan rasa yang itu-itu saja," katanya. Kue lumpur dengan irisan kelapa muda di dalamnya membuat rasa kue lebih bertekstur, lumer, tapi masih dapat dikunyah. Untuk kue lumpur dengan adonan daging sapi berbumbu di dalamnya, pelanggan harus memesan dua hari sebelumnya, karena butuh waktu lebih lama untuk membuat rasa kue lumpur menjadi lebih gurih dan lezat. Proses pemanggangan pun masih menggunakan peralatan tradisional, yaitu kompor minyak tanah dan arang. Kue lumpur buatannya sudah pernah mengikuti Festival Jajanan Tradisional Jawa Timur. Lilik benar-benar menjaga kualitas proses pembuatan kue lumpurnya agar tetap disukai pembeli, karena itu dia tak pernah sekalipun berniat untuk menggantinya dengan oven modern. "Itu akan mengubah cita rasanya. Tungku arang sengaja diletakkan di atas adonan kue, karena akan membuat bentuk kue lebih bertekstur, ada kesan hangus yang menambah cita rasa kue lumpur yang dipanggang," katanya. Pelanggan kue lumpur buatan perempuan yang semula memulai usaha sebagai penjahit itu sudah tersebar hingga ke luar kota Sidoarjo, bahkan setiap bulan puasa pelanggannya justru meningkat dua kali lipat. Banyak pendatang dari kota lain seperti Surabaya, Gresik, Malang, Tuban, dan bahkan ada beberapa pelanggan dari Rembang, Jawa Tengah yang sedang berkunjung ke Sidoarjo untuk membeli kue lumpur buatan Lilik. Pelanggan tetap Lilik juga setia memesan kue lumpur buatannya. Pesanan banyak datang bagi orang-orang yang sedang melakukan hajatan, pengajian dengan memesan kue beberapa hari sebelumnya. "Selain harganya murah, rasa kue lumpur buatan bu Lilik memang lain dibandingkan kue lumpur yang biasanya. Lebih gurih dan lebih lumer ketika dimakan," kata Tatik, pelanggan tetap yang memesan beberapa kardus berbagai rasa. Kenaikan bahan bakar minyak beberapa waktu lalu juga tak membuat Lilik berkecil hati. Harga kue lumpurnya memang dinaikkan sedikit. Pada awal usaha, sekitar akhir tahun 2004, harga kue lumpur buatannya hanya Rp500 per buah, lama kelamaan harga itu berangsur naik hingga sekarang menjadi Rp1.250. "Meski harga naik, pelanggan tetap tidak berubah. Mungkin agak sedikit berkurang, tapi cita rasa kue lumpur akan tetap saya jaga tetap persis seperti awal pembuatannya," katanya. Omzet Penjualan kue lumpur itu juga cukup besar. Dalam sehari Lilik bisa menghasilkan keuntungan bersih sekitar Rp400 ribu, sehingga keuntungannya dalam sebulan bisa mencapai Rp12 juta. "Asalkan asap dapur keluarga masih bisa mengepul dan masih dapat membiayai pegawai, saya masih tetap menekuni usaha ini," kata Lilik ketika disinggung mengenai kemungkinan lumpur panas Lapindo menghampiri Jalan Hangtuah. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008