Jakarta (ANTARA) - Aries Susanti Rahayu muncul menambah daftar panjang pahlawan wanita Indonesia berprestasi di bidang olahraga setelah dirinya didapuk sebagai perempuan pertama sepanjang sejarah yang berhasil finis di bawah tujuh detik dalam sebuah kejuaraan panjat tebing nomor speed.
Hasil tersebut diraih Aries dalam kejuaraan panjat tebing IFSC Climbing World Cup 2019 di Xiamen, China pada Oktober lalu. Ia mencatatkan rekor dunia dengan waktu 6,955 detik, memecahkan rekor sebelumnya yang dimiliki Yi Ling Song dengan 7,101 detik.
Apa yang diperoleh Aries di China tak pernah dibayangkan sebelumnya mengingat ia harus bertanding dalam keadaan cedera jari tangan kanan yang sudah ia alami sejak menjajal latihan di Tebing Lembah Harau di Sumatera Barat.
"Kejuaraan kemarin saya sudah cedera. Tapi kalau lagi kejuaraan saya maksimalin aja, dikeluarin," kata Aries, menjelaskan ketika ia bisa melawan cedera yang dirasakan saat berlaga di IFSC Climbing World Cup 2019.
Baca juga: Tim panjat tebing raih satu emas, dua perak di China
Prestasi tersebut menambah catatan panjangnya di dunia panjat tebing. Sebelumnya, ia meraih emas pada Asian Games 2018 dan seri IFSC di Chongqing pada April lalu.
Aries Susanti kini menduduki peringkat ketiga dunia untuk nomor speed world record putri dengan jumlah poin 333. Ranking Aries berada di bawah atlet China Yi Ling Song (460), disusul di posisi kedua ada atlet asal Prancis Anouck Jaubert (355).
Peringkat ini dinilai berdasarkan keikutsertaannya mengikuti kejuaraan dunia IFSC Climbing World Cup. Selama tahun 2019, Aries telah mengikuti enam dari delapan seri kejuaraan dunia yang digelar di berbagai negara.
Baca juga: Aries Susanti rebut emas sekaligus pecahkan rekor dunia panjat tebing
Melawan stigma
Lahir pada 21 Maret 1995 di sebuah desa di Grobogan, Jawa Tengah, Aries mengaku sudah memiliki kebiasaan berbeda dibandingkan teman-temannya. Di saat rekan sebayanya bermain dengan sesama perempuan, ia justru menghabiskan masa kecilnya dengan bergaul bersama bocah laki-laki.
"Aries dari kecil udah tomboi jadi teman-teman Aries kebanyakan cowok," ucapnya kepada ANTARA ketika dihubungi dari Jakarta, Rabu (6/11).
Walau begitu, Aries bangga bisa menjadi diri sendiri meski kerap dianggap apa yang dilakukannya terlalu "laki" untuk dia yang perempuan. Bahkan, dalam kesempatan yang sama, ia juga berkomentar soal keinginan orang tuanya memiliki seorang anak laki-laki.
"Ayah dan ibu emang pengin anak cowok tapi dikasih anak cewek, tapi kelakuannya kayak anak cowok. Jadi ya gitu deh," tuturnya.
Baca juga: Timnas panjat tebing geser Rusia duduki peringkat satu dunia
Bagaimanapun, perempuan berusia 24 tahun itu tetap berbangga dan tak peduli dengan perkataan orang lain selama "Apa yang menurut Aries baik, ya dilakuin aja," tuturnya. Beruntung pula, orangtua Aries sangat mendukung pilihannya untuk menjadi seorang atlet panjat tebing.
Apa yang diraih Aries Susanti setidaknya bisa mengingatkan kembali bahwa jika perempuan diberi kesempatan yang sama di berbagai bidang, tentu mereka bisa lebih banyak mencetak prestasi untuk Indonesia.
Tentu Aries bukan perempuan satu-satunya yang mampu mendobrak stereotipe gender di dunia olahraga. Ia juga bukan orang pertama yang mencatatkan namanya di level dunia.
Jauh sebelum Aries, sudah ada tiga srikandi yang berhasil mencatatkan namanya sebagai salah satu peraih medali pertama bagi Indonesia yang diperoleh di cabang panahan pada Olimpiade Seoul 1988.
Dalam pesta olahraga terakbar itu, untuk pertama kalinya lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang. Itu adalah buah kerja tiga perempuan bernama Lilis Handayani, Nurfitriyana Saiman, dan Kusuma Wardhani.
Tidak hanya mereka. Ada banyak perempuan berprestasi lain yang turut mengharumkan Indonesia dalam berbagai kejuaraan dunia. Sebut saja mantan pebalap Alexandra Asmasoebrata, pelari gawang Dedeh Erawati, petenis Yayuk Basuki, pebulu tangkis Susi Susanti, hingga Irene Kharisma yang sudah meraih gelar Grand Master di usianya 16 tahun.
Tentu prestasi yang ditorehkan Aries dan perempuan-perempuan lainnya diharapkan dapat melahirkan sebuah makna. Bukan hanya sebuah momen yang patut dirayakan, tetapi juga membuka kesadaran masyarakat sekaligus mencari jawaban atas masalah pengembangan dan pembinaan atlet-atlet wanita ke depannya.
Jika masyarakat sadar, peluang untuk perempuan berpartisipasi dalam kegiatan olahraga pun terbuka lebar. Dengan demikian, tentu akan lahir lebih banyak perempuan-perempuan lain yang dapat menunjukkan potensi dirinya.
Karier panjat tebing
Aries sudah mengenal panjat tebing sejak 2007, saat ia duduk di bangku kelas dua SMP. Guru olahraganya yang mengenalkannya pada dunia memanjat itu.
Sejak saat itu, ia semakin bertekad ingin menjadi seorang atlet panjat tebing. Hingga pada akhirnya, pada 2015 ia berhasil merebut medali emas untuk kali pertama dalam ajang Pra-PON Jawa Barat di nomor speed relay.
Setahun berselang, dia kembali mengukir prestasi pada PON Jabar 2016. Medali perak untuk nomor speed relay berhasil dibawa pulang.
Meskipun telah menorehkan prestasi, ternyata Aries tak kunjung dilirik untuk masuk ke tim pemusatan latihan nasional (pelatnas). Hal tersebut terjadi karena Aries hanya mengikuti kompetisi daerah yang tidak masuk ke dalam peringkat FPTI.
Namun kemudian, cita-cita Aries akhirnya terwujud saat pelatih panjat tebing nasional, Hendra Basir memintanya untuk adu sparring di Solo yang juga ditonton oleh banyak orang. Bakat Aries diapresiasi oleh para atlet nasional dan pelatih. Pada 2017, Aries pun resmi bergabung dalam pelatnas.
Baca juga: Indonesia raih emas pertama Kejuaraan Panjat Tebing Asia 2017
Belum lama tergabung di pelatnas, Aries melakukan debut internasionalnya. Ia langsung mencetak prestasi dengan meraih medali emas dalam kejuaraan panjat tebing Asian Championship 2017 untuk nomor speed relay.
Namanya semakin melejit saat ia untuk kali pertama turun di kategori perorangan. Di situ, ia sukses membuktikan dirinya serta timnya dengan menjuarai IFSC World Cup Serie Chongping, China 2018 dalam nomor speed world record. Ia pun menjadi salah satu andalan timnas Indonesia pada ajang multieven Asian Games 2018 untuk nomor speed.
Di Asian Games 2018, lagi-lagi ia tampil menonjol dan secara mengejutkan berhasil mengalahkan seniornya, Puji Lestari untuk merengkuh gelar juara di nomor speed perorangan.
Dengan capaiannya yang gemilang, kisahnya telah diadaptasi ke dalam film biopik berjudul 6,9 detik. Aries membintangi sendiri film yang digarap oleh Sutradara Lola Amaria itu.
Baca juga: Aries Susanti siapkan diri ikuti pra-kualifikasi Olimpiade di Prancis
Tak hanya itu, namanya juga tercatat dalam Forbes 30 Under 30: Asia's Female Athletes. Ia bersanding dengan atlet-atlet perempuan berprestasi lainnya seperti petenis Naomi Osaka, perenang Jepang Rikako Ikee, dan atlet catur Kazakhstan Dinara Saduakassova.
Kini, ia pun tengah mempersiapkan diri bertanding di kejuaraan akbar dunia yakni Olimpiade 2020 Tokyo. Di sana, panjat tebing untuk pertama kalinya dipertandingkan dan melombakan nomor kombinasi speed, lead, dan bolder.
Aries Susanti Rahayu adalah bukti perjuangan perempuan yang bisa mematahkan anggapan bahwa olahraga ekstrem, khususnya hanya identik sebagai kegiatan maskulin. Ataupun stigma lain mengenai perempuan yang kurang mampu berbicara banyak dibandingkan laki-laki, dan sebagainya.
Namun, ada satu hal yang lebih penting. Mengutip dari juara olimpiade seluncur es AS Michelle Kwan yang mengatakan bahwa keterlibatan perempuan dalam olahraga "bukan hanya sekadar tentang memberikan seorang gadis kesempatan untuk bermain, tapi tentang memberikan seorang gadis kesempatan untuk bermimpi."
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2019