Jakarta (ANTARA News) - Kalangan pelaku bisnis otomotif mengkhawatirkan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) akan memicu kenaikan bunga kredit dan menurunkan daya beli sehingga memicu penurunan permintaan mobil maupun sepeda motor. "Setiap kenaikan pasti ada pengaruhnya, mudah-mudahan tidak terlalu besar," kata Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Gunadi Sindhuwinata, kepada ANTARA News, di Jakarta, Kamis. Namun, ia telah memperkirakanm permintaan sepeda motor pada September dan setelah Hari Raya Idul Fitri akan mengalami penurunan dibandingkan penjualan sepeda motor pada Agustus 2008 yang mencapai 600.000 unit. "Penjualan sepeda motor setelah Lebaran akan turun sekitar 500 ribu unit per bulan," ujarnya.Penurunan itu, lanjut dia, tidak hanya karena kenaikan suku bunga pinjaman akibat naiknya BI rate, tapi juga permintaan yang melemah pasca kebutuhan sepeda motor untuk mudik yang meningkat menjelang Lebaran. Gunadi hanya mengharapkan BI sebagai otoritas moneter dan pemerintah sebagai otoritas fiskal dapat mengendalikan laju inflasi yang selama ini mendorong kenaikan BI rate setiap bulannya sebesar 0,25 persen sehingga pada September BI rate telah menembus angka 9,25 persen. "Kami berharap pemerintah bisa mengendalikan laju inflasi yang sangat berpengaruh pada sektor riil. Karena kalau inflasi naik terus, berarti daya beli turun, dan masyarakat tidak mampu membeli barang, termasuk sepeda motor," ujarnya. Hal senada dikemukakan Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM), Joko Trisanyoto. Ia mengatakan, setiap kenaikan BI rate pasti akan mempengaruhi suku bunga pinjaman termasuk untuk leasing maupun kredit pembelian mobil. "Kenaikan BI rate menjadi 9,25 persen akan memicu kenaikan suku bunga pinjaman sehingga berkisar 12 hingga 13 persen, dan biasanya kenaikan satu persen tersebut akan mempengaruhi kenaikan pembayaran cicilan pembelian kendaraan," ujarnya. Namun, karena kenaikan bunga pinjaman tersebut dibagi dalam beberapa bulan, maka kenaikan cicilan tidak terlalu besar, sehingga pengaruhnya terhadap penjualan mobil tidak signifikan."Kalau daya beli masyarakat tetap kuat, pengaruh kenaikan BI rate tidak signifikan. Jadi, intinya pemerintah harus mampu mempertahankan daya beli masyarakat," ujarnya. Kendati demikian, Joko mengakui pihaknya telah memprediksi BI rate akan naik dan telah memproyeksikan penjualan mobil pada triwulan IV tahun ini bakal turun dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada Agustus 2008 penjualan mobil mencapai sekitar 58 ribu unit. Pada September 2008, Joko memperkirakan angka penjualan mobil akan turun menjadi kisaran 50.000 hingga 55.000 unit, kemudian turun lagi pada Oktober 2008 menjadi kisaran 35.000 hingga 40.000 karena pendeknya hari kerja akibat libur Lebaran, dan naik pada November 2008 menjadi kisaran 42.500 hingga 47.500 unit, serta pada Desember menjadi kisaran 39.000 hingga 44.000 unit. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008