Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan pihaknya menganggap kenaikan suku bunga acuan BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 9,25 persen sebagai langkah keliru karena semakin menyulitkan sektor riil dalam mengakses pembiayaan yang murah."Saya kira kebijakan salah resep, sebab inflasi saat ini lebih banyak disebabkan menipisnya pasokan barang di tengah momentum peningkatan kebutuhan masyarakat," katanya di Jakarta, Kamis.Sofjan menjelaskan permintaan masyarakat akan barang-barang kebutuhan pokok sedang mencapai puncaknya pada bulan puasa dan menjelang lebaran. Sementara pasokan dari inbdsutri sangat terbatas. Kondisi ini mementahkan asumsi bahwa kenaikan BI rate sebagian didasarkan kekhawatiran pelarian modal."Kalau itu alasannya maka kenaikan suku bunga acuan semakin keliru, karena itu hanya akan menguntungkan investor asing di portofolio investasi jangka pendek," katanya. Ia mengatakan, peningkatan BI rate ini akan direspon oleh perbankan dengan menaikkan suku bunga kredit. Ditambahkannya akses kredit pinjaman perbankan bersuku bunga murah yang sulit diperoleh sama artinya dengan tidak mendukung peningkatan kinerja dan daya saing industri. Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kamar Dagang Indonesia Bambang Susatyo mengatakan, Bank Indonesia berusaha mengerem kredit yang dikucurkan oleh perbankan melalui kenaikan BI rate karena dianggap sudah terlalu cepat karena tingginya kredit konsumsi. Namun demikian, hal ini justru akan berdampak buruk bagi kredit investasi dan modal kerja. "Naiknya suku bunga tidak bisa dihindari karena perbankan dipaksa menahan laju krtedit yang terlalu cepat akhir-kahir ini, sayangnya percepatan pertumbuhan kredit didominasi kredit konsumsi. Dengan menaikkan suku bunga, kredit konsusmsi bisa di rem tapi tidak menguntungkan bagi kegiatan produksi, karena suku bunga kredit investasi dan modal kerja juga naik," katanya.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008