Jakarta (ANTARA News) - Kenaikan suku bunga acuan BI (BI rate) dari 9,00 persen menjadi 9,25 persen akan menghambat sektor riil karena akan diikuti kenaikan suku bunga dana dan kredit perbankan."Kenaikan BI rate saat ini tentu kurang menggembirakan bagi perbankan di tengah ketatnya likuiditas dan juga kurang menggembirakan bagi sektor riil karena mereka melihat kemungkinan suku bunga dana dan kredit akan naik," kata pengamat ekonomi Ryan Kiryanto di Jakarta, Kamis.Menurutnya, kenaikan BI rate akan memperburuk kondisi perbankan dan sektor riil yang saat ini sedang dihadapkan pada kenaikan biaya dana untuk meningkatkan likuiditas dan sektor riil dihadapkan pada kenaikan biaya operasional terutama bagi yang bergantung kepada `import content` (kandungan impor).Dikatakan Ryan, seharusnya upaya untuk meredam laju inflasi yang telah mencapai 11,85 persen (yoy) pada Agustus lalu, tidak hanya diserahkan pada Bank Indonesia yang kemudian diterjemahkan dengan menaikkan suku bunga atau BI rate. "Kalau faktor dominan lonjakan inflasi bukan disebabkan oleh variabel moneter seharusnya menjadi tugas pemerintah untuk lebih efektif meredam inflasi mengimbangi upaya-upaya yang sudah dilakukan BI selama ini," katanya. Pemerintah, lanjutnya harus mampu memastikan tidak terjadi gejolak harga barang di pasaran terutama dalam empat bukan ke depan, di saat ada dua event besar yang akan dilalui yaitu Lebaran dan Natal. "Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan Pertamina agar tidak menaikkan harga Elpiji sangat tepat, karena kalau naik lagi maka laju inflasi akan terdorong di bulan-bulan mendatang," katanya. Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI), Kamis, memutuskan untuk menaikkan kembali suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 9,25 persen. Gubernur BI Boediono mengatakan kenaikan BI rate ini disebabkan masih tingginya tekanan inflasi hingga saat ini. BI juga tetap mewaspadai tekanan kenaikan harga energi, pangan dan komoditi di pasar dunia meski saat ini telah mereda. Untuk mencapai tujuan tersebut BI akan mengoptimalkan penggunaan seluruh instrumen kebijakan moneter yang tersedia. Ia menambahkan, dengan kebijakan yang terpadu diharapkan pada 2009 inflasi kembali terkendali pada level 6,5 persen hingga 7,5 persen. Sementara untuk inflasi tahun ini BI memperkirakan berada di kisaran 11,5 persen sampai dengan 12,5 persen.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008