Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE), F.X Sutijastoto mendorong keluarnya Perpres untuk segera dilakukan perbaikan harga energi baru terbarukan (EBT).
"Kami (Pemerintah) sedang memperbaiki kebijakan harga yang nanti kita wujudkan dalam Peraturan Presiden. Kita targetkan awal tahun depan kita sudah mempunyai Perpres yang menjabarkan ini semua," kata Sutijastoto di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan pemerintah siap mendengar masukan dari berbagai stakeholder. "Beberapa asosiasi sudah diskusi yang kondusif bersama kita, dan sudah kita wujudkan dalam roadmap, yaitu roadmap panas bumi, roadmap tenaga surya, PLTA, dan PLTMH. Inilah yang dalam waktu singkat ini bisa mencermati kebijakan harga yang mencerminkan 3 pilar," tandasnya.
Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) merupakan salah satu komponen penting dalam mewujudkan energi berkelanjutan sekaligus menjaga ketahanan energi nasional. Tercapainya ketahanan energi nasional selanjutnya akan mendukung peningkatan pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional. Investasi EBT harus terus ditingkatkan secara masif guna mencapai target bauran EBT 23 persen pada tahun 2025 sebagaimana Rencana Umum Energi Nasional.
"Indonesia mempunyai peluang dalam pengembangan ekonomi yang sekarang masuk 10 besar dunia. Pada tahun 2020 kita berpotensi untuk meningkat menjadi 5 besar dunia. Selanjutnya pada tahun 2050 kita akan meningkat lagi menjadi 4 besar dunia. Ini adalah peluang yang harus kita kejar dalam pengembangan ekonomi," tutur Dirjen Toto.
Menurut dia, untuk mendukung pengembangan ekonomi nasional tersebut, diperlukan pertumbuhan di sektor lain, seperti pengembangan infrastruktur, inovasi teknologi, kapasitas sumber daya manusia yang memadai, dan yang paling penting adalah ketahanan nasional terhadap air, pangan dan energi.
"Di sinilah pentingnya, untuk mencapai pengembangan ekonomi tadi dibutuhkan ketahanan energi. Kita ketahui bersama salah satu permasalahan utama tingginya defisit neraca perdagangan kita 5 tahun terakhir adalah ketergantungan kita pada migas dan harga sawit yang jatuh. Nah inilah bagaimana kita mengurangi neraca perdangan dengan memanfaatkan sawit," imbuhnya.
Untuk memastikan pengembangan EBT berjalan dengan baik khususnya untuk mengurangi neraca perdagangan yang defisit, Dirjen Toto menyatakan kebijakan energi ke depannya akan berlandaskan pada 3 pilar, yaitu energy equity, environmental sustainability, dan energy security.
Untuk memastikan EBT berkembang, Kementerian ESDM telah memiliki target, yaitu bauran EBT sebesar 23 persen pada tahun 2025. Target ini optimis dapat dicapai karena potensi EBT yang dimiliki Indonesia cukup besar. Meski demikian, ia menyadari pentingnya konsistensi semua pihak dalam upaya percepatan pengembangan EBT ini.
Dirjen Toto menyebutkan beberapa strategi yang akan ditempuh untuk mempercepat pengembangan EBT antara lain mendorong pengembangan biofuel melalui implementasi Mandatori Biodiesel 30 (B30), creating market, dan pengembangan kendaraan bermotor listrik.
"Pada intinya adalah potensi akan kita kembangkan kemudian kita akan mengikutsertakan para stakeholder dalam mengembangkan energi baru terbarukan. Konsep besarnya adalah mendorong investasi. Oleh karena itu kita sedang mengupayakan agar kebijakan yang berkaitan dengan harga dan hal terkait lainnya akan kita perbaiki sehingga investasi untuk renewable energy itu bisa berkembang dengan cepat," pungkas Dirjen Toto.
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019