Jakarta (ANTARA News) - Posisi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerah pada pemilu dan pilkada terjepit karena di satu sisi mereka harus netral sementara itu mereka juga sulit menolak perintah atasannya untuk mengikuti kegiatannya yang terkait politik. "PNS serba salah dan posisinya terjepit (pada pemilu dan pilkada) padahal dia diangkat dan diberhentikan oleh atasannya sehingga repot jika tidak mengikuti perintah atasan," kata Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Sunarno di sela Penutupan Pendidikan dan Latihan Tingkat II Angkatan XXIII di Jakarta, Rabu. Sunarno mengatakan, oleh sebab itu ia seringkali mengingatkan agar kepala daerah yang seringkali berasal atau didukung oleh partai politik tertentu untuk tidak menyeret-nyeret PNS untuk kegiatan politik. "Saya `jualan terus` (mengingatkan kepala daerah agar tidak menyeret anak buahnya/PNS, red) ," katanya. Ia mengatakan, jika PNS tidak mengikuti atasannya maka bisa diberhentikan namun jika pimpinannya kalah PNS juga repot karena bisa dianggap mendukung atasannya oleh pimpinannya yang baru. "(PNS) Mendukung salah, tidak mendukung salah," katanya. Kondisi tersebut, kata Sunarno, jelas sekali terlihat di daerah-daerah. "Kental sekali (suasananya, red) )," kata Sunarno. Untuk itu, Sunarno menyarankan agar pengangkatan dan pemberhentian pejabat di daerah tidak dilakukan oleh kepala daerah namun oleh sekretaris daerah. Namun katanya, hingga saat belum ada aturan agar pembinaan kepegawaian dilakukan oleh sekretaris daerah, sehingga kemungkinan PNS ditarik oleh atasannya untuk berpolitik bisa terus terjadi. Sementara itu mengenai PNS yang berpolitik, Sunarno mengingatkan bahwa mereka tidak boleh melakukannya. "PNS tidak boleh berpolitik atau dukung mendukung, menjadi anggota atau terlibat partai. Jika terlibat politik lebih baik mundur saja," katanya. Ia mengatakan dalam peraturan perundangan sudah disebutkan mengenai netralitas birokrasi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008