Pengamat politik Tigor Mulo Horas Sinaga di Jakarta, Kamis, mengatakan meski banyak figur dari golongan nasionalis, religius, akademisi, hingga profesional yang potensial untuk menggantikan posisi Risma namun tetap harus diperhatikan karakteristik dan preferensi masyarakat di Surabaya.
“Sejatinya Surabaya adalah basis massa nasionalis. Kultur di Kota Pahlawan itu beda dengan Jakarta. Di Surabaya mayoritas penduduknya nasionalis, tak mudah terprovokasi, jadi wakil dari partai nasionalis punya kesempatan lebih besar untuk memenangkan Pilkada tahun depan," ujar Horas yang juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) GO Indonesia itu.
Menurut dia, jika calonnya seorang yang religius, maka dia haruslah seorang religius yang nasionalis.
“Saya melihat itu ada pada figur dengan latar belakang Nahdliyin. Saya pikir di Surabaya gudangnya tokoh-tokoh nasionalis-religius," kata Horas.
Sejumlah nama seperti Zahrul Azhar Asumta (Gus Hans) adalah salah satu Nahdliyin yang santer dikabarkan akan maju dalam Pemilihan Wali kota (Pilwali) mendatang. Ulama muda yang juga Jubir Khofifah Indar Parawansa pada Pilgub 2018 itu memiliki potensi besar yang membuatnya diperhitungkan sebagai Calon Walikota Surabaya.
Mantan tenaga ahli fraksi PDIP di DPR RI itu mengaku sulit menemukan figur kuat dari Golkar yang mampu bertanding dengan nama-nama besar dari PDIP di Pilwali Surabaya. Horas menilai Gus Hans menjadi satu-satunya figur yang paling siap dan paling populer dalam diskursus Pilwali Surabaya.
Terlebih hingga kini para peserta konvensi yang diselenggarakan DPW PDIP Jawa Timur masih belum ada yang menerima rekomendasi dari DPP PDIP.
“Sampai hari ini masih belum ada kepastian siapa yang akan direkomendasikan DPP PDIP. Banyak yang menjagokan Whisnu Sakti, ada juga yang mendukung Sutjipto Angga, Eddy Tarmidi, atau Untung Suropati, bahkan Eri Cahyadi. Sebaiknya menunggu keputusan dari DPP PDIP saja,” katanya.
Pada saat yang sama Horas mengatakan partai-partai lain juga memiliki peluang yang sama, karena dalam politik segala sesuatu adalah niscaya seperti PKB, Gerindra, PSI, Demokrat, dan NasDem berpeluang memberi kejutan di Pilwali karena politisi-politisi potensial yang mereka miliki.
"PKB tentu punya orang yang terbaik, begitu juga partai-partai lain. Akhir-akhir ini Ahmad Dhani dikabarkan juga mau maju ke Pilwali. Pak Awey dan Gus Ali Azhara juga mau maju dari NasDem. Cak Dhimas Anugrah dari PSI juga populer," kata Horas.
Meski begitu ia menilai sampai saat ini situasi politik di Surabaya belum beranjak memanas karena banyak aspek yang dipertimbangkan oleh partai-partai, termasuk wacana koalisi, agar pasangan calon yang mereka usung memenangkan Pilwali tahun depan.
Mengenai kabar bertandemnya Gus Hans dari Golkar dengan Dhimas Anugrah PSI dalam Pilwali Surabaya 2020, menurut Horas hal tersebut masih tahap komunikasi awal yang lumrah dalam konteks percakapan politik.
Namun secara umum ia menambahkan, agar semua pihak mampu berpolitik secara santun, indah, dan edukatif. “Komunikasi dan gaya berpolitik kita itu dilihat publik,” katanya.
Horas juga mengingatkan dalam politik hendaknya para politisi menjaga hati dari iri dengki jika kompetitor politiknya lebih populer.
"Yang terpenting, dalam politik hati harus murni, jangan sampai haus kekuasaan. Jangan jegal sesama rekan politisi, apa lagi rekan sesama partai. Tak elok itu. Jika melihat rekan kita lebih populer, jangan sirik. Justru maksimalkan kemampuan dan citra kita sendiri, maka elektabilitas kita akan naik juga," kata Horas.
Baca juga: Bacawali Surabaya pertanyakan formulir syarat dukungan
Baca juga: KPU Surabaya berharap anggaran Pilkada Surabaya 2020 cair
Baca juga: Penyerahan syarat dukungan Bacawali Surabaya perseorangan 11 Desember
Baca juga: FKPPI Jatim munculkan enam figur Bacawali Surabaya
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019