Palangka Raya (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mensinyalir sebagian besar investor pemegang izin pertambangan di daerah itu tidak serius menjalankan kegiatannya dan hanya berencana "jualan izin"."Dari sekitar 646 izin pertambangan dalam berbagai bentuk perizinan yang ada di Kalteng, hanya puluhan saja yang telah operasional. Sisanya ratusan yang tidak serius investasi," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalteng Moses Niodemus, di Palangka Raya, Selasa.Secara keseluruhan di Kalteng saat ini terdapat sebanyak enam perusahaan kontrak karya (KK), 15 perushaan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B), 454 kuasa pertambangan (KP), 137 surat izin pertambangan rakyat daerah, dan 34 surat izin pertambangan daerah.Jumlah perusahaan yang telah operasional eksploitasi resmi yakni satu perusahaan pemegang izin KK, dua PKP2B, dan 91 KP, terdiri dari tambang batubara, emas, zirkon, kuarsa, emas, dan bijih besi. Menurut Moses, sedikit perusahaan pemegang izin yang operasional itu membuat cadangan potensi tambang di Kalteng yang melimpah terutama tambang batubara hingga kini tidak tereksploitasi optimal. Dalam catatan resminya, Kalteng memiliki sedikitnya 3,5 miliar ton cadangan batubara namun produksi tahunannya tidak pernah lebih dari dua juta ton. "Banyak perusahaan hanya ingin menjual izin yang diperolehnya ke pihak lain dan tidak berniat investasi. Kami telah meminta kabupaten/kota agar mengevaluasi izin yang telah dikeluarkan," jelas Moses. Selain itu, dugaan praktek jual beli izin juga diperkuat dengan seringnya perusahaan pemegang izin memperpanjang izin bila telah habis meski di lapangan tidak nampak kegiatan eksplorasi atau penyelidikan. Belum lama ini, Kabupaten Barito Utara telah mencabut 43 izin KP yang juga dinilai tidak serius berinvestasi. Langkah serupa diharapkan juga dilakukan oleh daerah lain. Pembersihan perizinan dari investor yang tidak serius itu, tambah Moses, diharapkan dapat menarik minat invstor lain yang lebih serius untuk mengembangkan investasi di Kalteng.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008