Jakarta (ANTARA) - Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) Jawa Barat menyerahkan satu ton beras untuk para santri di Pesantren Ash Shalahuddin, Desa Sindang Kerta, Cililin, Kabupaten Bandung Barat pada Rabu sebagai bentuk realisasi program Beras untuk Santri Indonesia (BERISI).
"Dengan adanya beras ini, diharapkan dapat membantu kebutuhan pangan para santri," kata Kepala Cabang ACT Jawa Barat Renno Mahmoeddin melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.
Selain itu, ia menjelaskan penyerahan satu ton beras tersebut juga merupakan kelanjutan dari program BERISI yang diluncurkan ACT pada 22 Oktober 2019 atau bertepatan dengan Hari Santri Nasional.
Baca juga: Peduli pondok pesantren, ACT Sulawesi Tengah bantu dua ton beras
Menurutnya, semangat belajar para santri harus selalu dijaga dan salah satu cara yang ACT lakukan ialah dengan program BERISI.
Apalagi, khusus untuk Pesantren Ash Shalahuddin dihuni oleh santri dari kalangan keluarga perekonomian prasejahtera dan yatim.
Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk pangan, para santri yang belajar di pesantren yang berdiri sejak 1956 itu berjualan produk olahan lele.
Pimpinan pesantren Ustaz Asep mengatakan para santri diajarkan untuk memegang prinsip Nabi Muhammad yakni kemiskinan dapat mendekatkan dengan kekufuran.
Terkait hal itu, salah satu hal yang dapat dilakukan ialah dengan berniaga atau berwirausaha. Sebanyak 57 santri dan sembilan pengajar bersama-sama terlibat dalam mengembangkan wirausaha di Pesantren Ash Shalahuddin tersebut.
"Santri di sini diajarkan untuk berjualan. Salah satu produknya ialah makanan dari olahan ikan lele, mulai dari kerupuk, abon hingga stik lele dengan harga Rp2.000 hingga Rp20.000," ujarnya.
Untuk hasil penjualan, semua digunakan untuk keperluan pesantren dan para santri.
Sementara itu, Adi Saputra, salah satu santri yang ikut belajar kewirausahaan mengatakan dirinya menjajakan produk olahan tersebut ke warga sekitar.
Setiap Senin hingga Jumat terdapat jadwal berjualan dari jam 14.00 WIB hingga 17.00 WIB. Santri menjajakan olahan dari lele dengan cara berkeliling permukiman sekitar pesantren.
Adi biasa menjajakan kerupuk lele dengan harga Rp2.000 per kemasan. Pendapatannya bahkan bisa mencapai Rp80.000 hingga Rp120.000 sekali berjualan.
"Kadang juga pernah tidak ada pembeli sama sekali, tapi tidak apa-apa juga sambil belajar," kata dia.
Baca juga: ACT Lampung serahkan kursi roda bagi penderita lumpuh
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019