Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi, Tony A. Prasetyantono, mengatakan bahwa inflasi 2008 bisa menembus angka 12 persen akibat dinaikannya harga gas LPG untuk konsumen setelah melihat angka inflasi yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). "Untuk menahan laju inflasi di bawah 12 persen rasanya sulit ya, karena kita masih punya empat bulan dengan dua bulan yang biasanya terjadi inflasi musiman yaitu lebaran dan tahun baru. Belum lagi dampak kenaikan harga gas masih terus berlanjut," katanya. Dalam hitungannya, dengan inflasi Agustus mencapai 0,51 persen yang membuat inflasi secara tahun kalender mencapai 9,4 persen ruang agar inflasi menyentuh angka 12 persen sebesar 2,6 persen. Padahal, ia menilai, kenaikan harga gas meski saat ini dampaknya telah terasa, namun masih akan berlanjut. "Untuk dampak efek multipliernya akan masih terasa untuk bulan depan, apalagi bulan September puasa dimana konsumsi akan meningkat. Dengan kenaikan harga gas tersebut akan semakin terasa," kata Tony yang juga Kepala Ekonom Bank BNI. Menurut dia, inflasi tak lagi dipengaruhi oleh dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)."Dampak kenaikan BBM sudah tidak ada, sudah berlalu, tetapi sekarang yang muncul kenaikan harga gas," katanya. Ia menyanyangkan dinaikannya harag gas pada saat masyarakat harus menanggung kenaikan harga BBM. "Ini kurang produktif dan justru kontra produktif. Meski harga gas pada akhirnya disesuaikan, namun saya kira tidak dalam tahun-tahun ini, karena kita yang penting adalah menanggung ongkos BBM dulu dengan menyesuaikannya secara bertahap. Sedangkan, gas kita memiliki persediaan yang lebih, dan masih bisa untuk ditahan," katanya. Sementara itu, untuk mengerem tingkat inflasi agar tidak berlebihan, menurut dia, pemerintah harus mempersiapkan diri untuk mengamankan pasokan barang dan memperbaiki distribusi barang terutama pada bulan September dan Desember yang akan terjadi inflasi musiman. "Terutama untuk puasa dan lebaran ini," katanya. Menurut dia, inflasi musiman di bulan puasa akan tinggi karena perilaku masyarakat yang melakukan konsumsi lebih tinggi daripada hari-hari biasanya. "Apalagi nanti ada tunjangan hari raya, yang berarti akan ada kelebihan likuiditas di masayrakat untuk kemudian dibelanjakan. Tentu tingkah laku masyarakat untuk membelanjakan memang susah untuk dicegah. Dan ini pula yang dimanfaatkan pedagang untuk menaikan harga meski pasokan cukup. dan tentu saja ini juga akan mendorong inflasi di bulan mendatang," katanya. Selain itu, dari sisi moneter ia memperkirakan Bank Indonesia akan kembali menaikan suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 9,75 persen pada akhir tahun nanti. "BI akan tetap menaikan suku bunganya untuk menekan inflasi. Pada akhir tahun BI rate tak lebih dari sepuluh persen, dan ini berarti sekitar 9,75 persen," katanya. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan Indonesia mencatat inflasi Agustus mencapai 0,51 persen, sehingga inflasi tahun kalendar (Januari-Agustus) mencapai 9,4 persen dan inflasi year on year 11,85 persen. BPS mencatat beberapa komoditas yang menjadi penyumbang inflasi terbesar di antaranya, ikan segar, daging ayam ras, telur ayam ras, elpiji dan biaya pendidikan SLTA. Pada Senin (25/8), PT Pertamina menaikkan harga elpiji kemasan 12 kilogram dan 50 kilogram. Elpiji 12 kilogram naik dari Rp 63.000 per tabung menjadi Rp 69.000 per tabung, sedangkan elpiji 50 kilogram dari Rp 343.900 per tabung menjadi Rp 362.750 per tabung. Padahal sebelumnya, harga elpiji kemasan 12 kilogram telah naik dari Rp 4.250 per kilogram menjadi Rp 5.250 per kilogram pada 1 Juli 2008, sedangkan elpiji 3 kg yang disubsidi pemerintah hanya dijual Rp15.000 per tabung. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008