Kupang (ANTARA) - Anak-anak merupakan imitator terbesar yang selalu meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa di sekitarnya, namun tidak semua perilaku orang dewasa itu baik untuk ditiru anak-anak, misalnya merokok karena dapat membahayakan kesehatan.

Untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak-anak, diperlukan ruang dan lingkungan yang sehat, sehingga anak-anak dapat terhindar dari potensi penyimpangan sosial di masa yang akan datang.

Melihat hal tersebut, SimpaSio Institute, sebuah lembaga arsip dan kajian sosial budaya Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, menghadirkan ruang kreasi bagi anak-anak dengan menggelar sejumlah kegiatan, antara lain kelas kriya, road show doneng, workshop mini, festival, sampai literasi sains dan budaya.

Salah satu di antaranya adalah Kemah Budaya bertajuk "Jejak Melayu di Kampung Literasi Kosaro (Kota Sau dan Rowido)". Menurut rencana, kemah budaya ini akan dilangsungkan pada 15-17 November 2019 di Kampung Literasi Kosaro Kelurahan Sarotari Tengah, Kota Larantuka.

Magdalena Oa Eda Tukan, Ketua Pelaksana Harian SimpaSio Institute, mengungkapkan setidaknya ada tiga tujuan utama pelaksanaan kemah budaya tersebut.

"Kami ingin memperkenlkan kembali budaya Melayu warisan leluhur yang datang di Kota Sau dan Kota Rowido. Selama ini, masyarakat Flores Timur cenderung melihat Larantuka sebagai basis etnis Lamaholot saja," katanya.

Padahal, kata Eda, sapaan manis dari Magdalena, tidak bisa dipungkiri bahwa ada kultur Melayu masih tetap hidup dan mengakar di Kota Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur sampai saat ini, yakni Melayu Nagi.

Kemah budaya tersebut juga bertujuan untuk menggagas transformasi nilai-nilai Melayu sesuai tuntutan kekinian dan untuk menginspirasi tantangan masa depan, serta membangun nilai-nilai kewarganegaraan dalam bingkai NKRI.

Tampaknya ada tiga bagian besar dalam kemah budaya tersebut, yakni diskusi dan asesmen, panggung budaya sebagai bagian dari presentasi hasil asesmen, dan pencanangan Kampung Literasi Kosaro.

SimpaSio Institute sendiri merupakan sebuah lembaga arsip dan kajian sosial budaya Flores Timur yang didirikan oleh Bernard Tukan, seorang budayawan, peneliti, dan pengajar yang secara resmi telah berbadan hukum melalui akta notaris pada April 2016.
Baca juga: Sekolah di Kotabaru canangkan perpustakaan hijau

Baca juga: Perpustakaan Kota Yogyakarta siapkan kegiatan isi libur sekolah


Perpustakaan pribadi

Pendirian SimpaSio Institute bermula dari perpustakaan pribadi milik Bernard Tukan, yang kemudian diperluas aksesnya untuk publik, sehingga pelayanan arsip dan kajian seputar kehidupan sosial budaya di Flores Timur bisa dikonsumsi berbagai kalangan.

"SimpaSio Institute memiliki tiga unit atau divisi utama, yakni dokumentasi dan arsip, perpustakaan yang disebut serambi pustaka SimpaSio, dan taman baca," kata Eda.

Perpustakaan dan taman baca tersebut bebas pula untuk diakses anak-anak, dari sinilah tercipta ruang kreasi untuk anak-anak, dimana mereka yang bergabung bersama SimpaSio Institute dijuluki sebagai Sahabat SimpaSio.

Sejak membuka diri untuk anak-anak pada Juli 2016, hingga kini SimpaSio Institute memiliki sekira 200 anak yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan rutin SimpaSio.

"Kami pernah menggelar Kemah Literasi Sains sebagai laboratorium untuk anak-anak melakukan penelitian sederhana terhadap tumbuhan dan hewan sekitar," katanya.

Ada Lingkar Belajar juga yang mempertemukan utusan pelajar SMA se-Larantuka untuk sama-sama melakukan asesmen terhadap kotanya.

Ditanya mengenai cita-cita besar SimpaSio Institute ke depan, Eda mengaku tak punya target muluk-muluk, selain pengembangan potensi daerah dan masyarakat, pelayanan publik yang komprehensif, serta tentunya terkait arsip dan dokumentasi sosial budaya Flores Timur.

Penyelenggaraan perpustakaan sekolah bukan hanya untuk mengumpulkan dan menyimpan bahan-bahan pustaka, tetapi dengan adanya penyelenggaraan perpustakaan sekolah di harapkan dapat membantu murid-murid dan guru menyelesaikan tugas-tugas dalam proses belajar mengajar.

Oleh sebab itu segala bahan pustaka yang dimiliki perpustakaan sekolah harus dapat menunjang proses belajar mengajar, agar dapat menunjangnya maka dalam pengadaan buku pustaka hendaknya mempertimbangkan kurikulum sekolah. Selera para pembaca yang dalam hal ini adalah murid-murid.

Tujuan khususnya adalah mengembangkan minat, kemampuan dan kebiasaan membaca khususnya serta mendayagunakan budaya tulisan dalam sektor kehidupan, mengembangkan minat untuk mencari dan mengolah serta memanfaatkan informasi, serta mendidik murid agar dapat memelihara dan memanfaatkan bahan bacaan secara tepat dan berhasil guna.

Selain itu, kata Bernard Tukan, meletakkan dasar-dasar ke arah belajar mandiri, memupuk minat dan bakat, mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan atas tanggung jawab dan usaha sendiri.

Baca juga: 31 atlet berprestasi Asian Games dijadikan nama-nama perpustakaan

Baca juga: Inisiatif baik wujudkan perpustakaan di sekolah pedalaman


Memperkaya pengalaman

Dengan demikian jelas bahwa tujuan diselenggarakan perpustakaan bukan sekedar menyimpan dan mengumpulkan bahan pustaka akan tetapi perpustakaan diharapkan bagi siswa mampu mengembangkan daya pikir dan hasil membaca yang diperoleh dari bahan pustaka yang ada di perpustakaan.

Perpustakaan sekolah dapat menimbulkan kecintaan murid-murid terhadap membaca, memperkaya pengalaman belajar murid-muridnya, dapat menanamkan kebiasaan belajar mandiri yang akhirnya murid-murid mampu belajar mandiri serta melatih siswa untuk belajar tanggung jawab.

Perpustakaan adalah sebuah tempat yang menyediakan koleksi literatur yang berguna bagi pendidikan di sekolah. Keberadaannya pun menyatu dengan lingkungan sekolah, serta hanya bisa diakses oleh civitas akademika sekolah yang bersangkutan.

Perpustakaan sekolah menunjukkan bahwa sekolah adalah sebuah tempat eksklusif yang tidak memungkinkan orang di luar sekolah untuk mengaksesnya. Dalam arti, orang di luar sekolahan tidak memiliki hak untuk menikmati koleksi perpustakaan serta meminjam koleksi yang ada tersebut bagi kepentingan pribadi.

Adanya pengertian perpustakaan sekolah yang demikian eksklusif tersebut, bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi para guru dan siswa untuk menikmati koleksi perpustakaan. Di samping itu, hal tersebut untuk memudahkan administrasi dan pencatatan transaksi peminjaman dan pengembalian buku perpustakaan.

Perpustakaan sekolah adalah salah satu bagian kelengkapan yang harus ada di setiap lembaga pendidikan formal di berbagai tingkatan, sebab perpustakaan dianggap sebagai guru kedua, setelah guru yang ada di sekolah tersebut. Hal ini disebabkan perpustakaan adalah sebuah tempat di mana di dalamnya terdapat banyak ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi siswa untuk diketahui.

Adanya kehadiran perpustakaan di sekolah beserta koleksinya diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya bagi guru dan siswa yang ada di sekolah tersebut.*

Baca juga: Anies dorong pustaka sekolah kreatif dan inovatif

Baca juga: Mendikbud janjikan perpustakaan setiap sekolah Malang Raya

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019