Sebenarnya upaya pembangunan PLTSa ini menjadi solusi alternatif dalam memenuhi strategi penerapan teknologi penanganan sampah yang ramah lingkungan dan tempat guna.

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto mengapresiasi upaya pemerintah mendorong pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Indonesia.

“Upaya ini adalah langkah konkret pemerintah dalam mengejar target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi nasional Indonesia pada 2025," ujar Rofik dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan bahwa pemerintah juga telah mengatur hal tersebut dalam PP No 79 Tahun 2014 untuk memprioritaskan pengembangan energi nasional didasarkan pada prinsip memaksimalkan penggunaan energi terbarukan. Pembangunan PLTSa tersebut merupakan salah satu langkah tepat dalam mengelola permasalahan sampah perkotaan di Indonesia.

Sebenarnya upaya pembangunan PLTSa ini menjadi solusi alternatif dalam memenuhi strategi penerapan teknologi penanganan sampah yang ramah lingkungan dan tempat guna. Jadi tidak hanya mengantisipasi krisis energi namun sekaligus sebagai solusi menuju lingkungan yang bersih dan sehat.

Baca juga: Penggunaan pembangkit listrik tenaga sampah bantu penanganan sampah

"Ada dua permasalahan yang harus diselesaikan terlebih dahulu oleh pemerintah. Pertama terkait perdebatan pengkategorian PLTSa sebagai sumber energi terbarukan. Definisi PLTSa sebagai energi baru dan terbarukan ini kan muncul dalam Perpres 18/2016, dan penggantinya Perpres 35/2018, definisi tersebut sudah tidak ada, namun implementasi di lapangan itu PLTSa tetap dikategorikan sebagai energi baru dan terbarukan,” kata Anggota Komisi VII DPR RI tersebut.

Terkait teknologi ramah lingkungan, Rofik meminta definisinya itu seperti apa dan harus jelas, misalnya umumnya sampah kota itu dikategorikan sebagai sumber energi terbarukan karena dianggap sebagai bioenergi. Sedangkan pemerintah mendefinisikan tidak semua jenis sampah termasuk dalam kategori bioenergi, namun hanya yang bersumber dari sampah organik saja.

Permasalahan kedua terkait dampak lingkungan dari pengembangan teknologi PLTSa itu sendiri, di mana PLTSa menggunakan teknologi bakar atau termal sehingga teknologi tersebut kerap menjadi masalah karena mengandung permasalahan dari aspek lingkungan dan ekonomi hingga berkaitan dengan dampak kesehatan manusia.

Baca juga: Pemkot Surakarta mulai bangun pembangkit sampah Putri Cempo

“Upaya pemerintah terkait PLTSa ini perlu kajian yang mendalam dan menyeluruh, agar berdampak baik dari hulu ke hilir. Pemerintah juga perlu menguatkan koordinasi dengan pemerintah daerah dan para stakeholder. Saya yakin, dengan langkah-langkah yang tepat PLTSa ini bisa menjawab permasalahan sampah yang selama ini menjadi momok perkotaan, sekaligus menuju lingkungan yang asri, bersih, dan sehat,” ujar Rofik.

Krisis energi telah menjadi isu global yang terus dicari solusinya oleh berbagai negara, termasuk Indonesia. Salah satu upaya yang sedang digalakkan oleh pemerintah adalah dengan mendorong pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di berbagai kota di Indonesia. PLTSa dianggap menjadi solusi alternatif dalam mengantisipasi ancaman krisis energi di masa depan melalui peran energi baru dan terbarukan dan pemerintah menargetkan akan ada 12 PLTSa yang akan beroperasi pada 2022.

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019