Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI, Gayus Lumbuun menyatakan, penggunaan seragam bagi tersangka atau terdakwa perkara korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah wewenang Departemen Hukum dan HAM (Depkumham). "Indonesia adalah negara hukum sehingga segala kebijakan harus selalu disesuaikan dengan hukum, kata Gayus dalam sebuah acara di Jakarta, Jumat. . Depkumham juga berwenang dan menguasai kajian tentang hak asasi manusia dalam menerapkan seragam bagi tersangka atau terdakwa perkara korupsi. Penerapan seragam itu bisa dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM, terangnya Gayus menilai KPK tidak perlu mengurusi seragam perkara korupsi karena kewenangan suatu lembaga untuk menangani perkara korupsi tidak membuat lembaga itu berwenang menangani hal khusus seperti seragam perkara korupsi. "Ini agar tidak terjadi ultra legalistik (kewenangan berlebih yang dimiliki sebuah institusi)," kata Gayus. Meski demikian, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu setuju pengenaan seragam untuk tersangka atau terpidana perkara korupsi. "Itu untuk memberi hukuman sosial dan efek jera," katanya. Sementara itu, KPK tetap melakukan kajian penerapan seragam khusus dalam perkara korupsi yang bahkan akan dituangkan dalam Surat Keputusan Pimpinan KPK. Rapat pimpinan (Rapim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri telah memutuskan pemberlakuan seragam bagi tersangka dan terdakwa perkara korupsi. "Jadi keputusan tersebut untuk ditindaklanjuti," kata Wakil Ketua KPK M Jasin Menurutnya, pimpinan sudah memerintahkan sejumlah kepala biro untuk menindaklanjuti keputusan itu sesuai bidang masing-masing. Dana pengadaan seragam khusus koruptor ini berasal dari Bagian Penindakan KPK yang besarnya tidak lebih dari Rp50 juta. Pimpinan KPK menargetkan, para tersangka dan terdakwa kasus korupsi mengenakan seragam khusus koruptor tersebut tahun ini. "Kita tak menunggu sampai 2009," kata Jasin. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008