New York (ANTARA News) - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Kamis, melakukan pertemuan di balik pintu tertutup guna membahas krisis di Georgia. Ini merupakan pertemuan pertama Dewan keamanan sejak Rusia mengakui kemerdekaan dua provinsi Georgia yang memisahkan diri, di tengah-tengah berlangsungnya konflik. Keputusan Rusia, Selasa, mengakui Abkhazia dan Ossetia Selatan, bertentangan dengan resolusi-resolusi Dewan Keamanan sebelumnya, yang menimbulkan kecaman dari Amerika Serikat dan Uni Eropa. Namun masih tidak jelas langkah-langkah apa yang akan diambil Dewan Keamanan terhadap Moskow. Dutabesar Belgia Jan Grauls, yang saat ini negaranya menjabat kepresidenan di Dewan Keamanan, mengatakan bahwa setelah pertemuan berlangsung dua jam, tidak ada kesatuan sikap. Pertemuan tersebut diselenggarakan atas permintaan Irakli Alasania, dutabesar Georgia di PBB. Dia menandaskan kembali tuduhan-tuduhan Tbilisi bahwa tindakan sepihak Rusia melanggar hukum internasional, dan menyerukan Dewan Keamanan untuk menggarisbawahi integristas wilayah Georgia. "Kami harapkan keberlanjutan dukungan anda," kata Alasania, xebagaimana dilaporkan DPA. Rusia sebagai negara pemegang hak veto, satu di antara lima anggota tetap Dewan Keamanan, bersama Inggris, China, Prancis dan AS. Moskow masih terpojok di dalam debat berkaitan masalah Georgia itu, dan beberapa anggota Dewan Keamanan lainnya menuduh Rusia melanggar Piagam PBB. "resolusi-resolusi Dewan Keamanan tak bisa dicorengi dengan aksi militer," kata Dutabesar Prancis Jean Pierre Lacroix. Dutabesar Rusia Vitali Churkin menuduh AS dan negara-negara kuat Barat lainnya melakukan `standar ganda`: mengecam tekanan pertahanan di pihak minoritas di Kaukasus, namun melakukan aksi militer di Irak dan negara-negara Balkan. Dewan Keamanan tidak melakukan pemungutan suara untuk suatu resolusi, namun mayoritas anggota menyerukan segera dikirimkannya misi kemanusiaan PBB di Georgia dan Ossetia Selatan yang memisahkan diri. "Laporan-laporan mengenai pelanggaran dan pengrusakan masih terus berlangsung khususnya di daerah-daerah yang tidak aman," kata Lacroix. (*)
Copyright © ANTARA 2008