Terdakwa I Sendy Pericho dan terdakwa II Alfin Suherman memberikan uang sebesar Rp50 juta kepada Arih Wira Suranta agar berkas perkara Hary Suwanda segera dinyatakan lengkap
Jakarta (ANTARA) - Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Agus Winoto didakwa menerima suap Rp200 juta dari dua pengusaha terkait pengurusan perkara penipuan.
"Agus Winoto selaku Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta bersama-sama dengan Yuniar Sinar Pamungkas yang perkaranya sedang dilakukan penyidikan oleh Kajaksaan Agung telah menerima hadiah berupa uang sebesar Rp200 juta dari Sendy Pericho dan Alfin Suherman yang diberikan melalui Yadi Herdianto," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Wawan Yunarwatno di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Uang itu diberikan agar Agus Winoto selaku Aspidum Kejati DKI Jakarta meringankan rencana tuntutan pidana (rentut) dalam perkara Hary Suwanda.
Sendy Pericho adalah Direktur PT Java Indoland Sendy Pericho yang melaporkan Hary Suwanda dan Raymond Rawung ke Polda Metro Jaya terkait dugaan penipuan dan penggelapan dana Chaze Trade Ltd senilai Rp2,77 miliar dan 964.338 dolar AS. Penyidik Polda Metro lalu menangkap Raymond Rawung dan Hary Suwanda pada Oktober 2018.
Baca juga: Mantan Aspidum Kejati DKI Agus Winoto segera disidangkan
Sendy lalu menunjuk Alfin Suherman sebagai kuasa hukum. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta lalu menunjuk Arih Wira Suranta dan Isfardy sebagai jaksa yang bertugas untuk mengikuti perkembangan penyidikan berkas perkara atas nama Hary Suwanda dan Raymond Rawung.
Baru awal 2019 penyidik Polda metro Jaya menyerahkan berkas perkara Hary Suwanda ke Kejati DKI Jakarta. Alfin Suherman lalu minta bantuan rekannya Tjhin Tje Ming alias Aming bertemu dengan Kepala Seksi Keamanan Negara Ketertiban Umum dan Tindak Pidana Umum Lain (Kamnegtibum dan TPUL) Kejati DKI Jakarta Yuniar Sinar Pamungkas agar berkas perkara Hary Suwanda dkk menjadi perhatian Agus Winoto.
Yuniar mengatakan bahwa perkara tersebut berada di bawah kendali Awaludin selaku Kepala Seksi orang dan Harta Benda (Kasi Oharda) serta ditangani Arih Wira Suranta sebagai jaksa penelitinya, namun Yuniar menjanjikan untuk membantu.
Sendy dan Alfin lalu bertemu dengan Arih pada 19 Februari 2019 di lantai 3 Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk membahas perkembangan perkara dan sudah memenuhi unsur, namun belum dinyatakan lengkap.
Baca juga: Pengusaha dan advokat didakwa suap Aspidum Kejati DKI Jakarta
"Terdakwa I Sendy Pericho dan terdakwa II Alfin Suherman memberikan uang sebesar Rp50 juta kepada Arih Wira Suranta agar berkas perkara Hary Suwanda segera dinyatakan lengkap. Kemudian pada 19 Februari 2019 berkas perkara Hary Suwanda dinyatakan lengkap," tambah jaksa Wawan.
Arih lalu melimpahkan berkas perkara Hary Suwanda dkk ke Pengadilan negeri Jakarta Barat pada 6 Maret 2019 dengan dakwaan pasal 378 KUHP atau 372 KUHP dan pencucian uang.
"Dalam pertemuan tersebut Arih Wira Suranta menyampaikan bahwa berkas perkara Hary Suwanda membahas perkembangan perkara. Dalam pertemuan tersebut, Arih menyampaikan bahwa berkas perkar Hary SUwanda dkk sudah memenuhi unsur namun belum dinyatakan lengkap. Mengetahui hal itu, Sendy dan Alfin memberikan uang sebesar Rp50 juta kepada Arih agar berkas perkara Hary Suwanda segera dinyatakan lengkap (P21)," ujar jaksa Wawan menambahkan.
Pada hari itu juga Arih Wira Suranta mengajukan P21 kepada Agus Winto yang kemudian menyetujuinya dan menandatangani surat pemberitahuan hasil penyidikan perkara pidana atas nama Hary Suwanda sudah lengkap.
Pada 6 Maret 2019, Arih melimpahkan berkas perkara Hary Suwanda ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan dakwaan tindak pidana penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang. Arih juga meminta bantuan Muh Zahroel Ramadhana untuk menyidangkan perkaranya.
Pada sekitar April 2019 di Cafe Starbuck Gedung Tempo Pavillion 1, Sendy Pericho bersama dengan Udin Zaenudin selaku staf pengacara Alfin Suherman menyerahkan uang Rp100 juta kepada Arih Wira Suranta untuk pengurusan perkara
Pada sekitar Mei 2019 di ruang Bantuan Hukum rutan Salemba, Sendy Pericho bersama dengan Ruskian Suherman dan Alexander Sukiman menemui Hary Suwanda dan Raymond Rawung. Sendy meminta Hary membayar kerugian bisnis sebesar Rp13,7 miliar, namun Hary menolaknya sehingga disepakati Hary Suwanda membayar kerugian sebesar Rp11 miliar dalam bentuk uang tunai Rp5,5 miliar ditambah jaminan sertifikat ruko Thamrin Residence yang ditaksir senilai Rp5,5 miliar.
Maka pada 22 Mei 2019 dibuat akta perdamaian antarpara pihak.
Baca juga: KPK bantah ingin permalukan Kejaksaan
Pada 24 Juni 2019, Arih yang telah dipindahkan ke Kejaksaan Negeri Gianyar tapi tetap memantau perkara tersebut, mengetahui tuntutan pidana telah disetujui oleh Wakil Kajati DKI Jakarta menginformasikan kepada Alfin Suherman melalui telepon bahwa tuntutan pidana yang disetujui oleh Wakajati DKI Jakarta adalah 2 tahun penjara.
Alfin lalu menemui Yuniar agar menyampaikan kepada Agus Winoto dan menyampaikan agar para pihak sudah setuju berdamai dan tuntutan terlalu tinggi. Yuniar lalu menemui Agus Winoto dan memohon agar rencana tuntutan dapat diubah dan dibuat seringan-ringannya alias kurang dari 2 tahun, atas penyampaian Yuniar, Agus menyetujui dan minta agar disertakan surat perdamaian.
Sendy, ALfin, Alexander dan Ruskian lalu menyepakati untuk menyerahkan dokumen perdamaian serta uang sebesar Rp200 juta agar ada percepatan dan keringinan rentut (rencana penuntutan) Hary Suwanda menjadi 1 tahun.
Dalam pertemuan itu juga disepakati penyerahan dokumen perdamaian besarta uang Rp200 juta kepada Agus Winoto melalui Yuniar dengan harapan perkara Hary Suwanda cepat selesai sehingga Hary dapat segera membayar sisa kerugian kepada Sendy Pericho.
Sendy lalu menyerahkan uang Rp200 juta kepada Ruskian Suherman dalam kantong plastik. Ruskian menyerahkan bungkusan itu kepada Alfin di Mall of Indonesia Kelapa Gading pada 28 Juni 2019. Pada saat yang hampir bersamaan, Alexander Sukiman membawa surat perdamaian antara Sendy dan Hary Suwanda dan menyerahkannya kepada Alfin. Alfin lalu menyerahkan bungkusan dan uang kepada Yadi.
Yadi yang merupakan jaksa Kejati DKI Jakarta Yadi Herdianto lalu diminta Yuniar lalu menuju ruangan Agus Winoto, sesampainya di ruangan Agus, Yadi mengeluarkan bungkusan plastik warna hitam dan surat perdamaian dan meletakkan di atas meja kerja Agus Winto.
Agus Winoto lalu mengeluarkan uang Rp50 juta dan menyimpan dalam filling kabinet beserta surat perdamaian sedangkan sisa uang Rp150 juta dibawa Agus Winoto.
Atas perbuatannya, Agus didakwakan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: KPK jelaskan konstruksi perkara suap perkara di PN Jakarta Barat
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
Terhadap dakwaan tersebut, Agus menyatakan tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi).
Baca juga: KPK tetapkan Aspidum Kejati DKI Agus Winoto sebagai tersangka
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019