Palu (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan pascabencana gempa, tsunami dan likuifaksi 2018, sebagian besar lapangan usaha (LU) utama di Sulawesi Tengah berada pada fase perlambatan.
"Lapangan usaha di sektor pertanian masih tertahan akibat kerusakan irigasi di daerah sentra pertanian seperti di Kabupaten Sigi," ujar Kepala Kantor Perwakilan BI Sulteng, Abdul Majid Ikram di Palu, Senin.
Ia menyatakan, hal yang sama juga terjadi di sektor perdagangan dan akomodasi makanan minuman (mamin) yang masih belum kembali ke level pertumbuhan sebelum bencana yang meluluhlantakkan Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala itu.
Bahkan, lapangan usaha di sektor pertambangan juga sedikit terpengaruh , utamanya pada galian c yang berada di Kabupaten Donggala.
"Sementara itu, lapangan usaha di sektor industri lebih dipengaruhi oleh kondisi negara mitra dagang. Di sisi lain, lapangan usaha di sektor konstruksi justru terakselerasi pascabencana dan tumbuh hingga 12 persen secara tahunan (yoy)," katanya.
Selain disebabkan oleh faktor pembangunan pascabencana, pertumbuhan lapangan usaha di sektor konstruksi juga didukung oleh pembangunan pabrik dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di PT. IMIP di Kabupaten Morowali dan PLTA Poso di Kabupaten Poso.
"Serta pembangunan lainnya. Di sisi lain net ekspor Sulteng masih tercatat surplus meski impor tumbuh tinggi. Surplus ekspor mencapai 1,73 miliar dolar AS pada periode Januari sampai Agustus 2019, atau tumbuh 2,76 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu,"ucapnya.
Baca juga: ADB pinjamkan Rp900 miliar bangun infrastruktur pelabuhan di Sulteng
Baca juga: BI Sulteng beroperasi normal pascagempa
Baca juga: Ini tiga faktor hambat pertumbuhan ekonomi Sulteng
Pewarta: Muhammad Arshandi
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019