Jakarta (ANTARA News) - Kenaikan harga pangan dunia tidak hanya dapat mengancam pertumbuhan ekonomi banyak negara tetapi dapat berujung pada konflik. "Situasi sekarang ini dimana harga pangan tinggi tidak saja mengancam pertumbuhan ekonomi, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik dalam skala besar," kata pengamat pertanian, Siswono Yudhohusodo, di Jakarta, Kamis. Dia menagatakan, kenaikan signifikan dalam delapan tahun terakhir terjadi pada gula, "crude palm oil" (CPO), jagung, kedelai, begitu pula dengan gandum. Bahkan kenaikan yang terjadi lebih dari 50 persen atau lebih dari dua kali lipat. Kenaikan harga pangan sendiri, menurut dia, dipengaruhi berbagai hal yakni besarnya pertumbuhan populasi dunia, penggunaan bahan pangan menjadi energi, peningkatan komoditas pangan akibat dari meningkatnya permintaan produk. Selanjutnya, dia mengatakan, investor banyak yang lebih senang berspekulasi dengan pasar modal. Banyak pengusaha ini justru bergerak pada "commodity exchange", dan terdepan dalam peningkatan harga penjualan. Lebih lanjut, dia mengatakan, kebutuhan China dan India terhadap ketersediaan pangan sangat besar. China dengan populasi 1.3 miliar orang. Walau demikian, dia mengatakan, dengan teknologi dan ilmu pengetahuan dapat membantu mengatasi krisis makanan secara global. Potensi Indonesia bersama Brazil yang memiliki pangan potensial dikembangan yang berasal dari daerah tropis sangat besar, ujar dia. Tidak heran jika Indonesia memiliki peluang ekspor dari produk lokal sendiri. Dengan pertumbuhan penduduk dunia mencapai satu miliar orang dalam 15 tahun, menurut dia, kebutuhan akan pangan akan semakin meningkat. Sehingga ancaman konflik jika pangan tidak terpenuhi semakin besar.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008