kurang benar jika selama ini ada anggapan kalau bisnis ojol (ojek online) itu mengurangi pengangguran

Yogyakarta (ANTARA) - Pengamat Transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Djoko Setijowarno menyatakan keraguannya terhadap anggapan adanya penyerapan tenaga kerja yang dilakukan oleh ojek daring, dalam hal ini, Gojek dan Grab.

“Pemerintah cenderung mendukung karena dianggap dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi warganya,” kata Djoko dalam keterangannya di Yogyakarta, Senin.

Namun, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan di lima kota (Jabodetabek, Bandung, Makassar, Surabaya, dan Yogyakarta) pada 4-7 Mei 2019, sebagian besar pengemudi ojek daring merupakan wirausaha.

“Pekerjaan sebelum menjadi pengemudi ojol adalah tanpa pekerjaan alias pengangguran hanya 18 persen,” katanya.

Selanjutnya wirausaha 44 persen, BUMN/Swasta 31 persen, pelajar/mahasiswa 6 persen dan ibu rumah tangga 1 persen.

“Jadi, kurang benar jika selama ini ada anggapan kalau bisnis ojol (ojek online) itu mengurangi pengangguran. Yang pasti adalah beralih profesi menjadi pengemudi ojol karena tawaran penghasilan yang memikat saat itu,” ujarnya.


Baca juga: Pemerintah perlu batasi mobilitas ojek online, ini alasannya

Namun, lanjut dia, akhirnya sekarang terjerat dan untuk kembali ke pekerjaan semula alami kesulitan.

“Kecuali, sudah memiliki keahlian khusus, seperti pertukangan, petani dapat kembali ke profesi semula. Bagi yang pekerja kantoran, sulit kembali bekerja di kantor sebelumnya,” katanya.

Adapun, pekerjaan utama sebagai pengemudi ojol sebanyak 84,4 persen, sisanya 15,6 persen berprofesi pekerja BUMN/Swasta (6,5 persen), ibu rumah tangga (6,1 persen), pelajar/mahasiswa (6,5 persen), ASN (1,7 persen), wiraswasta (01, persen) dan lain-lain (1,1 persen).

Sebanyak 91 persen, sepeda motor milik sendiri. Sewa lima persen dan milik orang lain empat persen.

Jam beroperasi dalam sehari terbesar kisaran 10-12 jam (31,94 persen), tujuh sampai sembilan jam (23,29 persen), 12-14 jam (18,51 persen), lebih dari 15 jam (12,47 persen), empat sampai enam jam (11,75 persen) dan satu sampai tiga jam (2,04 persen).

Jumlah pesanan atau order dalam sehari terbanyak lima sampai 10 kali (40,22 persen). Kemudian berikutnya 11-15 kali (30,86 persen), 16-20 kali (16,05 persen), kurang dari lima kali (6,83 persen) dan 21-25 kali (4,27 persen).

Baca juga: Tarif baru ojek online resmi berlaku di seluruh Indonesia hari ini

Djoko menuturkan sepeda motor dapat digunakan mengangkut barang dibenarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.

Aturan batas barang bawaan untuk sepeda motor (pasal 10 ayat 4), meliputi muatan memiliki lebar tidak melebihi stang kemudi, tinggi muatan tidak melebihi 900 milmeter dari atas tempat duduk pengemudi, barang muatan ditempatkan di belakang pengemudi dan mengutamakan faktor keselamatan.

Data Korlantas Polri menyatakan, lebih dari 70 persen angka dan korban kecelakaan berasal dari sepeda motor karena sepeda motor rentan mengalami kecelakaan.

Untuk melindungi pengemudi dan pengguna ojol, Kementerian Perhubungan sudah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Keselamatan Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat ditemui di Yogyakarta mengaku pihaknya akan mendukung ojek daring karena sudah memberikan lapangan pekerjaan.

“Fungsi ojek online itu begitu banyak yang paling penting memberikan lapangan kerja yang menjadi unggulan, jutaan masyarakat dan sekarang industri-industri lain, seperti makanan berkembang, karenanya saya akan mengawal ojek online tetap eksis di Indonesia,” katanya.


Baca juga: Ekonom: Persaingan angkutan "online" di Indonesia dalam kondisi rawan
Baca juga: MTI dorong adanya UU penataan transportasi "online"

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019