Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertimbangkan untuk menyederhanakan proses audit dana kampanye partai politik peserta pemilu hingga tingkat provinsi saja. Meskipun demikian, partai politik di tingkat kabupaten/kota tetap harus membuat laporan dana kampanye yang kemudian dikumpulkan di provinsi sebagai laporan dana kampanye tingkat provinsi. "Rekening parpol di tingkat kabupaten/kota dinaikkan ke tingkat provinsi. Jadi yang diaudit pada tingkat provinsi, itu salah satu alternatif," kata anggota KPU Abdul Aziz di Jakarta, Kamis. Dengan begitu, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tidak perlu mengaudit rekening dana parpol hingga tingkat kabupaten/kota, tetapi cukup di tingkat provinsi. "Laporan dana kampanye kabupaten/kota bisa saja digabung jadi satu menjadi laporan provinsi. Jadi, laporan setiap kabupaten/kota menjadi lampiran saja," kata Aziz. KPU menawarkan alternatif ini setelah Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan tidak sanggup mengaudit sekitar 18.000 laporan dana kampanye peserta pemilu 2009 karena jumlah akuntan publik tidak dan waktu yang tersedia pun terlalu sempit. Sebelumnya, IAI mengusulkan agar audit dilakukan melalui metode "sampling" dan penambahan personel auditor yang ditanggapi terbuka oleh KPU. "Terserah pihak auditor. Kalau misalnya dibuat seperti itu mereka bisa melihat lampirannya itu, misalnya dari kabupaten mana yang akan dilihat satu persatu," ujarnya. Ia mengatakan KPU sedang mempertimbangkan untuk menggunakan kedua alternatif itu. Mengenai penambahan auditor, Aziz mengatakan KPU sedang mempertimbangkan meminta bantuan akuntan sektor publik yang ada di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menurut Aziz, KPU akan melangsungkan rapat pleno untuk membahas permasalahan dalam audit dana kampanye, teermasuk membahas aturan yang mendukung audit dana kampanye. Ketika disinggung tentang pengubahan pasal yang mengatur tentang audit dana kampanye dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, Aziz mengatakan KPU dan IAI belum mendiskusikan kemungkinan ini. "Itu salah satu yang kita pikirkan karena memang sudah diakui IAI itu tidak realistis." terang Aziz. (*)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008