Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Urip Tri Gunawan, terdakwa penerima suap 660 ribu dolar AS, menangis di ruang sidang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi ketika membacakan pembelaan (pledooi), Kamis.Pada awal pembelaannya, Urip mengaku kaget dan tidak bisa tidur setelah mengetahui dirinya dituntut 15 tahun penjara oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU)."Saya bahkan tidak bisa makan," katanya. Meski sejumlah fakta persidangan cukup memberatkan, Urip tetap bersikeras bahwa dirinya tidak pernah menerima suap dari pengusaha Artalyta Suryani. Menurut Urip, uang 660 ribu dolar AS dari Artalyta itu adalah suatu pinjaman yang akan digunakan sebagai modal untuk membangun bengkel. Urip mengaku merasa tertekan akibat terseret kasus dugaan korupsi. Dia mengaku mengalami kehancuran, baik sebagai seorang jaksa maupun sebagai kepala keluarga. "Orang mengira saya adalah jaksa brengsek," kata Urip. Ketika menyinggung tentang profesi jaksa dan keluarga, suara Urip menjadi pelan dan sesekali tersendat, hingga pada akhirnya Urip berhenti membaca pembelaan untuk beberapa saat. "Tenangkan dulu," kata Ketua Majelis Hakim Teguh Harianto memberi kansaran kepada Urip. Saat itu Urip terlihat mengusap air mata. Setelah membaca pembelaan, Urip tidak terlalu sering berkonsultasi dengan tim penasihat hukumnya. Dia berdiri di samping jendela ruang sidang dan menatap keluar, sambil menunggu giliran pembacaan pembelaan oleh penasihat hukumnya. Pembelaan Urip pada intinya berisi sejumlah kekecewaannya terhadap KPK selama menangani perkara tersebut. Urip menuding KPK menggunakan bukti video yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dia juga menyesalkan tindakan penyidik KPK yang tidak pernah melayangkan surat panggilan kepada tiap kali menjalankan pemeriksaan. "Saya tidak pernah menerima surat panggilan," kata Urip. Padahal, berdasar pasal 112 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) seorang harus menerima surat panggilan untuk diperiksa sebagai saksi atau tersangka. Menurut dia, satu-satunya surat yang dilayangkan adalah surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala Rumah Tahanan untuk memeriksa tahanan. "BAP tersangka dibuat tidak sesuai dengan prosedur KUHAP," kata Urip.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008