Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Urip Tri Gunawan menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggunakan bukti palsu dalam perkara dugaan suap sebesar 660 ribu dolar AS yang menjeratnya. Urip menyatakan itu dalam pembelaan (pledoi) yang disampaikan dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Kamis. Selain memutar rekaman suara hasil sadapan, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memperlihatkan video dalam sidang perkara Urip. Video yang diperlihatkan itu antara lain video yang menunjukkan seseorang yang diduga Urip sedang berada di dalam Delta Spa bersama orang lain yang diduga sebagai Reno Iskandarsyah, pengacara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glen Surya Yusuf. Dua video lainnya menunjukkan dua orang yang sama sedang berdiri di depan gedung Delta Spa dan sedang meninggalkan gedung tersebut. Seperti dinyatakan dalam surat dakwaan, Urip diduga melakukan pemerasan terhadap Glen Surya Yusuf sebesar Rp1 miliar. Surat dakwaan JPU menyebutkan, Urip mengancam Glen bisa dijadikan tersangka dalam perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) jika tidak memenuhi permintaan uang itu. Pada akhirnya, Glen melalui pengacaranya memberikan uang kepada Urip secara bertahap. Salah satu lokasi pemberian uang itu adalah Delta Spa di kawasan Jakarta Selatan. Urip meragukan bukti video yang diajukan KPK itu. Menurut Urip, kondisi pada saat berada di Delta Spa adalah hujan, sehingga seharusnya ada titik-titik air hujan dalam video tersebut. Menurut Urip, video tersebut juga tidak membuktikan dakwaan JPU bahwa telah terjadi pemberian uang. "Gambar kabur dan tidak jelas siapa yang bercakap-cakap," kata Urip. Selain itu, Urip menganggap video yang diajukan oleh KPK merupakan hasil rekaman CCTV yang diambil dari gedung Delta Spa, bukan direkam oleh tim penyelidik KPK. Dalam pembelaannya, Urip juga menyesalkan tindakan penyidik KPK yang tidak pernah melayangkan surat panggilan kepadanya tiap kali menjalankan pemeriksaan. "Saya tidak pernah menerima surat panggilan," kata Urip. Padahal, berdasarkan pasal 112 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) seorang harus menerima surat panggilan untuk diperiksa sebagai saksi atau tersangka. Menurut dia, satu-satunya surat yang dilayangkan adalah surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala Rumah Tahanan untuk memeriksa tahanan. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008