Jakarta, (ANTARA News) - Masyarakat menuntut pemerintah memberlakukan aturan mengenai kawasan tanpa rokok secara nasional, demikian hasil jajak pendapat yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Suara Ibu Peduli (SIP) yang dipublikasikan di Jakarta, Kamis. Hasil jajak pendapat terhadap seribu responden berusia 18 tahun hingga 50 tahun yang terdiri atas perokok (400 responden) dan bukan perokok (400 responden) di seluruh wilayah DKI Jakarta selama periode Juli-Agustus 2008 itu menunjukkan bahwa 87,8 persen responden setuju dengan penerapan aturan tentang kawasan tanpa rokok. "Mereka juga berharap aturan itu bisa diterapkan di seluruh wilayah. Ini menunjukkan adanya desakan dari masyarakat untuk menerapkan kawasan tanpa rokok di seluruh Indonesia, jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak melakukannya," kata anggota pengurus harian YLKI Tulus Abadi. Hasil jajak pendapat itu juga menunjukkan bahwa masyarakat juga menuntut pelaksanaan ketentuan soal kawasan tanpa rokok di tempat umum seperti pusat pelayanan kesehatan (84,6 persen), angkutan umum (76,6 persen), tempat belajar mengajar (76 persen), pusat belanja (40 persen) dan kantor pemerintah (40 persen). Responden jajak pendapat juga menyetujui pengenaan denda baik berupa denda di bawah Rp100 ribu (16,2 persen), pemberian peringatan (11,1 persen), penangkapan dan penahanan (8,1 persen) maupun kerja sosial (5,9 persen) terhadap pelaku pelanggaran ketentuan tentang kawasan tanpa rokok. "Apapun itu, yang penting ada transparansi dalam pelaksanaan hukuman dan pencatatan hukuman supaya bisa dilihat kecenderungan jumlah pelanggaran dari waktu ke waktu sebagai indikator dari dampak pengenaan denda tersebut," katanya. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa alasan masyarakat menyetujui pemberlakuan aturan tentang kawasan tanpa rokok dan denda bagi pelaku pelanggarannya antara lain karena masyarakat bukan perokok terganggu oleh asap rokok. Menurut hasil jajak pendapat, 72 persen responden bukan perokok menyatakan asap rokok menyebabkan sesak nafas, 56 persen tidak tahan dengan bau asap rokok, 50 persen mengaku sakit kepala saat menghirup asap rokok orang lain dan 29 persen mengeluh matanya perih jika terkena asap rokok. Sementara responden yang bukan perokok setuju dengan alasan asap rokok dapat mengganggu orang yang tidak merokok (49,4 persen), supaya Jakarta bebas polusi (26 persen), supaya anak/pelajar terlindung dari rokok (9,7 persen), dan sisanya untuk menekan dampak buruk rokok terhadap kesehatan dan ekonomi. Hasil studi memang menunjukkan bahwa paparan asap rokok orang lain mengakibatkan berbagai macam gangguan kesehatan, bahkan bersifat mematikan bagi bukan perokok yang menghirupnya. Para ahli juga menyatakan bahwa tidak ada batas aman asap rokok yang bisa ditolerir, katanya. YLKI merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan ketentuan mengenai kawasan tanpa rokok untuk melindungi masyarakat bukan perokok dari paparan asap rokok orang lain. Ia juga meminta pemerintah daerah yang sudah memiliki peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok seperti DKI Jakarta dan Bogor untuk menegakkan aturan tersebut dan memperbanyak kegiatan kampanye antirokok. Lagipula, kata Tulus, tindakan itu secara jelas diamanatkan oleh undang-undang dasar 1945, undang-undang tentang kesehatan, undang-undang tentang hak asasi manusia dan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008