Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantah pernyataan mantan presiden Megawati Soekarnoputri yang menyebutkan dirinya dan Wakil Presiden Jusuf Kalla turut menentukan harga jual ekspor gas dari lapangan gas Tangguh, Papua. "Jangan sebarkan berita yang membuat rakyat menjadi bingung yang menyebutkan SBY dan JK ikut menentukan harga. Itu tidak benar," kata Presiden Yudhoyono dalam Sidang Kabinet Paripurna, di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis. Menurut Presiden, jika dirinya dan wapres JK turut menentukan harga ekspor gas Tangguh tidak mungkin pada saat ini pemerintah akan melakukan renegosiasi kontrak jual gas tersebut dengan perusahaan China. Sementara Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam kesempatan yang sama mengatakan kontrak penjualan gas Tangguh ke China dilakukan pada 2002 dan pada saat itu Presiden Megawati tidak pernah mengajak bicara dirinya dan Yudhoyono. "Kami tidak pernah diajak bicara waktu itu. Pada saat kami menjadi Menko Polkam dan Menko Kesra, kami juga tidak ingin mencampuri urusan beliau (Megawati)," kata Jusuf Kalla. Wapres menilai harga penjualan gas Tangguh merupakan kontrak penjualan gas yang terjelek dan terparah dalam sejarah perminyakan di Indonesia. Menurutnya, dengan harga 3,2 dolar AS/MMBTU, maka harga itu masih 1/6 di bawah harga pasar. Dengan demikian, lanjut dia, dalam setahun hanya didapat 600 juta dolar AS, padahal dengan harga pasar saat ini bisa mendapat 3,6 miliar dolar AS. "Kita kehilangan kesempatan pendapatan tiga miliar dolar AS per tahun, sehingga kalau dikali dengan masa kontrak 20 tahun, kehilangannya sekitar Rp75 triliun. Ini semua akibat salah mengatur kontrak yang sudah kita keluarkan dalam peraturan yang dibuat pemerintah," ungkapnya. Sebelumnya mantan Presiden Megawati juga menyebutkan bahwa SBY dan JK ikut terlibat dalam penentuan harga gas Tangguh ke China. (*)
Copyright © ANTARA 2008