Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan industri Financial technology (Fintech) di Indonesia membutuhkan dua kebijakan yakni "light touch regulation" dan "safe harbour policy" agar tertata dengan baik.

Direktur Eksekutif Inovasi Keuangan Digital OJK Triyono Gani di Jakarta, Minggu mengatakan industri fintech tidak bisa diatur terlalu ketat sehingga perlu azas "light touch regulation". Namun juga tak bisa dilepaskan begitu saja, harus ada "safe harbour policy" untuk mengatur tanggung jawab penyedia layanan.

"Pertumbuhan industri fintech di Indonesia luar biasa pesat, padahal 2017 sektor ini masih belum dikenal. Perkembangan yang luar biasa tersebut akibat tingkat adopsi dan akseptabilitas masyarakat yang tinggi,” kata Triyono di ajang Connect 2019 di Jakarta Convention Center.

Baca juga: OJK: Palapa Ring percepat industri "fintech" di seluruh Indonesia

Namun, tambahnya, masyarakat juga harus diingatkan bahwa selain kemudahan dan kegratisan yang selama ini disodorkan ada risiko tinggi yang menanti. Oleh karena itu, OJK ingin agar industri tersebut aman dan tertata dengan baik maka regulator tidak akan tinggal diam.

Kepada masyarakat Triyono menghimbau untuk selalu memilih fintech yang terdaftar di OJK atau Bank Indonesia (BI) untuk meminimalisasi risiko yang mungkin timbul di kemudian hari.

"Dengan terdaftar di OJK atau BI maka pelanggan akan mendapat perlindungan jika terjadi permasalahan," ujarnya dalam acara yang digelar Traya dan KitaTama tersebut.

Baca juga: OJK: Perlindungan data pribadi jadi tantangan urgen industri fintech

Triyono menjelaskan beberapa potensi risk di balik maraknya layanan fintech, yaitu system failure, misinformation, error transaction, data security, penerapan Know Your Concumer (KYC) principles, suku bunga yang mencekik, exoneration clause, dan cara penanganan komplain dari pelanggan.

Sedangkan kepada para startup dan penyedia layanan fintech, OJK selalu mengingatkan bahwa layanan mereka berada dalam ranah finansial yang highly regulated, lanjutnya, oleh sebab itu mereka tidak bisa sembarangan dalam menjamin keamanan pelanggan.

Sementara itu Chief Financial Officer DANA Yattha Saputra menegaskan bahwa sejak awal obsesi Dana adalah menjamin security. Oleh sebab itu ada program Dana Protection, yaitu jaminan uang kembali 100 persen jika ada kesalahan yang mengakibatkan kehilangan uang yang tersimpan atau ditransaksikan di DANA.

Selain via layanan telepon, disediakan pula fitur khusus di aplikasi untuk melaporkan komplain pelanggan dan akan segera di-follow up.

"Ada juga keanggotaan Dana Premium yang akan memastikan bahwa pengguna adalah si empunya sendiri sesuai yang tercantum di identitas sehingga praktis akan lebih aman karena ada proses KYC. KYC atau Prinsip Mengenal Nasabah merupakan prinsip yang sangat penting bagi penyelenggaraan layanan finansial," katanya.

Vice Presidentof Risk & Operation DOKU Sugiharto menyatakan KYC juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keamanan layanan sekaligus juga memberikan kemudahan kepada pelanggan baru dalam melakukan registrasi dan mengelola keanggotaan.

Pewarta: Subagyo
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019