Kupang (ANTARA) - Struktur birokrasi yang ramping, akan lebih efisien dari segi anggaran, sehingga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat, kata seorang pengamat kebijakan publik dari NTT, Darius Daton.

"Hemat saya, untuk daerah seperti NTT ini, yang separuh APBD hanya untuk belanja pegawai ini, maka ada dua strategi yang mesti dipakai agar APBD bermanfaat untuk kesejahteraan warga yakni perampingan birokrasi dan skala prioritas," kata dia, di Kupang, Minggu.

Daton yang juga Kepala Ombudsman Perwakilan NTT itu mengemukakan pandangannya seputar struktur birokrasi yang ramping dan bagaimana pemerintah bisa menjalankannya.

"Menurut saya, dengan birokrasi yang ramping, maka rakyat akan mendapat dua manfaatnya besar, karena ada efisiensi anggaran dan skala prioritas" katanya.

Ia menjelaskan, untuk efisiensi anggaran, salah satu caranya adalah mengurangi jabatan struktural. Sudah ada peraturan pemerintah (PP) yang mengaturnya melalui suatu kajian.

Juga baca: Pengamat: Penyederhanaan eselon harus mengubah UU ASN

Juga baca: Pengamat: Pemangkasan eselon tunjukkan percepatan reformasi birokrasi

Juga baca: Akademisi nyatakan perlu ada reformasi birokrasi bidang pendidikan

Juga baca: CIPS: Penyederhanaan eselon bukan hal utama pangkas birokrasi

Artinya, bagi jabatan yang tupoksinya tidak berkorelasi langsung dengan kebutuhan masyarakat bisa dihilangkan, sehingga bisa menghemat belanja pegawai dan operasional organisasi perangkat daerah.

Misalnya, jika kabupaten/kota yang tidak punya hutan dan laut, maka tidak perlu ada dinas kehutanan dan dinas perikanan, atau dinas pariwisata tidak perlu ada di kabupaten yang tidak ada potensi wisatanya. Dinas itu bisa gabung di dinas lain berupa bagian atau unit kecil saja.

Ia menyatakan, saat ini Menteri PAN RB, Tjahjo Kumolo, sudah menghilangkan eselon III dan IV khusus di kementeriannya. Langkah ini bisa juga di coba di daerah.

Daton mengatakan, tanpa disadari, separuh APBD kita ini habis hanya untuk belanja aparatur dan DPRD saja sehingga porsi untuk masyarakat memang kecil.

Dengan kondisi seperti ini, para kepala daerah kita menjadi pusing membangun daerah. Bahkan banyak kepala daerah kita hanya bolak balik Jakarta untuk pekerjaan melobi anggaran diluar APBD agar bisa membangun daerahnya.

Jika tidak punya jaringan di Jakarta dan hanya mengandalkan APBD, maka kepala daerah akan sulit memajukan daerahnya, apalagi sumbangan PAD kita ke APBD rata-rata dibawah 10 persen. "Jadi ketergantungan kita ke pusat via DAU itu 90 persen," katanya.

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019