Jakarta (ANTARA News) - Kenaikan harga eceran gas `elpiji` oleh Pertamina untuk menyesuaikan dengan harga pasar, bertentangan dengan hukum, yakni keputusan Mahkamah Konstitusi.Anggota DPR RI Aria Bima mengatakan itu kepada ANTARA, di Jakarta, Rabu malam, merespons kian banyaknya protes serta penentangan publik atas keputusan Pertamina menaikkan harga eceran `elpiji` tersebut."Mengapa ini (kenaikan harga `elpiji) saya katakan bertentangan dengan hukum? Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan pasal 28 ayat 2 Undang Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas yang menyebutkan bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas diserahkan pada mekanisme pasar," tegasnya.Karena itu, lanjutnya, dengan telah dianulirnya pasal 28 (2) UU Migas tersebut, otomatis Pertamina sebagai korporasi juga tidak lagi berhak menetapkan harga eceran gas."Selanjutnya, penetapan harga gas itu menjadi wewenang Pemerintah. Itu pun Pemerintah harus senantiasa mengacu amanat konstitusi bahwa kekayaan alam dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, bukan justru untuk membebani kehidupan rakyat," tandas anggota Komisi IV DPR RI tersebut. Aria Bima yang juga salah satu pimpinan Fraksi PDI Perjuangan itu menambahkan, Pertamina telah dua kali menaikkan harga `elpiji` selang dua bulan terakhir. Sebagaimana diberitakan berbagai media, harga jual `elpiji` tabung 12 kg dan 50 kg dinaikkan mulai 25 Agustus 2008. Pertamina memutuskan, harga `elpiji` tabung 12 kg naik sekitar 9,5 persen, dari Rp63 ribu menjadi Rp69 ribu per tabung. Sementara tabung 50 kg naik dari Rp343.905 menjadi 362.750 per tabung. "Singkatnya, kenaikan harga `elpiji` tabung 12 kg ini yang kedua kalinya dalam dua bulan terakhir. Sebelumnya, Pertamina menaikkan harga `elpiji` 12 kg pada 1 Juli 2008, menyusul keputusan Pemerintah menaikkan harga BBM," ungkapnya. Pada kenaikan pertama, harga `elpiji` 12 kg naik sekitar 17,6 persen, dari Rp51 ribu per tabung menjadi Rp60 ribu per tabung. Bagi Aria Bima, kenaikan harga `elpiji` 12 kg yang terjadi beruntun dalam dua bulan ini, menunjukkan Pertamina betul-betul bebal dan tidak peka lagi pada nasib rakyat. "Sebab, selain mengganggu program konversi minyak tanah yang dicanangkan Pemerintah sendiri, kenaikan harga `elpiji` 12 kg ini terjadi pada saat kehidupan rakyat sulit," ujarnya. Pada kenaikan pertama, menurutnya, rakyat baru saja dilemahkan daya belinya akibat dinaikkannya harga BBM dan program konversi minyak tanah baru dimulai. "Sementara kenaikan sekarang ini terjadi menjelang bulan puasa dan Idul Fitri," katanya. Karena itu, Aria Bima mendesak Pertamina agar membatalkan keputusannya menaikkan harga `elpiji` 12 kg dan 50 kg secara sepihak ini. "Sebab, kendati `elpiji` tabung tiga kg yang menjadi konsumsi rakyat kecil tak ikut naik harganya, dipastikan kenaikan tabung 12 kg dan 50 kg ini akan berakibat `elpiji` tiga kg yang bersubsidi diserbu pembeli `elpiji` nonsubsidi," katanya mengingatkan. Aria Bima memastikan, dampaknya akan terjadi kelangkaan elpiji tabung gas tiga kg. "Hal ini akan mendorong rakyat kecil pengguna elpiji bersubsidi kembali memakai minyak tanah. Sementara minyak tanah bersubsidi telah distop di sejumlah daerah, selain telah dikurangi pasokannya. Jadi Pertamina ini seperti menciptakan lingkaran setan masalah," ujar Aria Bima.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008