Indonesia memiliki salah satu keanekaragaman hayati terkaya di dunia, dan beragam tanaman pangan dan jenis hewani

Konawe Selatan (ANTARA) - Food and Agriculture Organization (FAO) meminta seluruh masyarakat, agar memperbaiki pola makan untuk mengatasi masalah gizi.

Perwakilan FAO, Stephen Rudgard saat memberikan pidato di pembukaan Hari Pangan Sedunia ke-39 mengatakan, Indonesia memiliki salah satu keanekaragaman hayati terkaya di dunia, dan beragam tanaman pangan dan jenis hewani, namun pola makan di Indonesia bergantung pada sejumlah jenis tanaman dan hewan yang jumlahnya menurun.

“Di Indonesia harga makanan pokok cukup tinggi, dan kami melihat kenyataan bahwa harga-harga makanan di Indonesia merupakan salah satu termahal di Asia Tenggara, kata Stephen Rudgard, di Konawe Selatan, Sabtu.

Ia mengungkapkan bahwa pada faktanya kelaparan dan obesitas hidup berdampingan di seluruh Indonesia, dan kadang-kadang bahkan berada di rumah tangga yang sama.

"Prevalensi nasional jumlah stunting pada anak-anak di bawah usia 5 tahun sangat signifikan, yakni lebih dari 30 persen dan prevalensi kondisi kurus untuk kelompok usia yang sama juga sangat signifikan pada 10 persen, Di sisi lain, 8 persen anak-anak di Indonesia mengalami obesitas," katanya.

Pola makan secara umum di Indonesia tidak sama dengan dikebanyakan negara berpenghasilan menengah. Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi pada beras, namun konsumsi sayuran, buah, daging, dan lemaknya rendah.

"Faktanya, Indonesia memiliki porsi asupan energi tertinggi dari biji-bijian, khususnya beras di dunia. Porsi makanan bukan tepung di Indonesia adalah 30 persen, sedangkan rata-rata global adalah 50 persen.

Perwakilan FAO, Stephen Rudgard saat memberikan pidato di pembukaan HPS ke-39 di Sultra. Rudgard meminta agar masyarakat memperbaiki pola makan sehingga dapat mengatasi masalah gizi pada masyarakat. (ANTARA/Harianto)

Tingkat konsumsi buah dan sayuran, lanjutnya, kurang dari setengah asupan harian yang direkomendasikan secara nasional. Pola makan di Indonesia umumnya rendah lemak dan minyak, sekitar 20 persen dari total kalori yang dikonsumsi dibandingkan dengan Eropa yang mencapai 30-50 persen.

Saat ini, FAO, International Food and Agricultural Development (IFAD) dan World Food Programme (WFPh berusaha membantu pemerintah dalam mengidentifikasi bagaimana kebijakan, dan intitusi dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung melalui telahan sistem pangan dimulai dari produksi hingga pemrosesan dan ritel.

“FAO bekerja sama dengan Pemerintah dalam mengidentifikasi cara-cara untuk meningkatkan efisiensi rantai makanan dari pertanian hingga proses akhir untuk dimakan, untuk mengurangi biaya transportasi dan pemrosesan, dan untuk mengurangi limbah makanan. Semua tindakan ini akan membantu orang untuk menlankan diet yang lebih baik," ujar Rudgard.

Selain itu, FAO telah berkolaborasi dengan Pemerintah dalam pendekatan untuk mendorong petani menerapkan pengetahuan dan sumber daya lokal mereka untuk mengadopsi teknologi dan praktik inovatif untuk meningkatkan efisiensi produksi pangan, seperti menjaga tanaman dengan lebih efisien untuk mengurangi kerugian, dan memilih mekanisasi yang tepat untuk mengurangi tenaga kerja.

"Tindakan yang dibutuhkan harus melalui rantai makanan untuk mengurangi biaya dan memastikan diet sehat dan berkelanjutan dapat diakses dan terjangkau bagi semua orang," tutup Rudgard.

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019