Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, pertumbuhan kredit perbankan "year on year" hingga minggu ketiga Agustus 2008 telah mencapai kisaran 35 persen, dengan penyaluran terbesar dialokasikan pada kredit modal kerja, diikuti oleh kredit konsumsi dan investasi, namun laju pertumbuhan itu dianggap terlalu cepat, sehingga BI diharapkan agar berhati-hati. "Walaupun beberapa bank mengkoreksi RBB-nya (Rencana Bisnis Bank-red), tetapi tidak besar, sehingga pertumbuhan kredit relatif tidak berubah. Malah kalau yang `year to date` atau Januari-Agustus masih ada yang baru 40 persen. Jadi 'room for growth' masih besar," kata Deputi Gubernur BI, Muliaman D Hadad, di sela-sela seminar tentang biro kredit di Jakarta, Rabu. Target pertumbuhan kredit BI pada 2008 adalah sekitar 24,6 persen atau sekitar Rp246,2 triliun. Ditambahkannya, BI sangat berkepentingan jika pertumbuhan kredit itu berkualitas, yaitu tidak diikuti oleh kenaikan kredit bermasalah (NPL) dan dialokasikan untuk sektor-sektor yang produktif, seperti kredit modal kerja, investasi, dan bukan ke kredit konsumsi yang cenderung inflatoir atau berpotensi menyebabkan inflasi. "NPL membaik sehingga LDR juga membaik. Yang jadi perhatian adalah deposit yang semakin turun karena dipakai untuk membiayai kredit," katanya Hingga akhir tahun nanti, pihaknya tetap optimis pertumbuhan kredit perbankan akan tetap tinggi, meskipun lajunya tidak akan secepat tiga bulan terakhir ini, imbuhnya. Sementara itu, Country Director Perusahaan Pembiayaan Internasional (IFC) untuk Indonesia, Adam Sack, memperingatkan Bank Indonesia agar sangat berhati-hati mencermati laju pertumbuhan kredit yang cepat itu, karena itu bisa menjadi satu indikasi kontribusi pada inflasi. "Itu tergantung pada kemana kredit diberikan dan bagaimana penyalurannya," kata Adam. Menurutnya, kepentingan bank sentral saat ini adalah agar laju pertumbuhan kredit tetap terkendali dan tidak memberi beban pada ekonomi pada saat situasi inflasi yang tinggi dan tren kenaikan suku bunga sehingga berpotensi menyebabkan terjadi `sudden stress` di sistem perbankan Indonesia. Meskipun demikian, katanya, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum akan tetap cepat, walaupun dalam situasi makro ekonomi saat ini dan ada banyak kesempatan bagi dunia usaha untuk tumbuh. "Dan untuk itu mereka butuh pembiayaan dari perbankan," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2008