Bangkok, (ANTARA Nws) - Para pelaku aksi protes yang menyerbu Wisma Pemerintah Thailand, satu stasiun televisi dan kementerian-kementerian penting, dianggap bertindak terlalu jauh menuntut penggulingan pemerintah, kata suratkabar-suratkabar di sini Rabu, yang mengisyaratkan bahwa gerakan itu kehilangan dukungan umum. Setelah tiga bulan pemberitaan yang didominasi simpati terhadap aksi-aksi protes yang dilakukan oleh Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD), kelompok campuran pengusaha yang setia kepada kerajaan dan para akademisi, media berbahasa Thailand dan Inggris mengubah nada mereka menjadi semakin tajam. "Serangan terakhir yang dilakukan PAD adalah tidak adil, tidak perlu, bersifat provokatif dan bertentangan dengan hukum," kata suratkabar Bangkok Post dalam tajuknya. "Jika PAD benar-benar ingin menurunkan pemerintah, mestinya PAD harus melalukan lewat parlemen. Itu akan lebih layak, dan tempat demokratis untuk melakukannya," katanya selanjutnya. Beberapa ribu pelaku aksi protes Thai memasuki hari kedua dengan menduduki kompleks kantor perdana menteri di Bangkok, Rabu, setelah 15 orang mengalami cedera pada bentrokan dengan polisi anti huru-hara pada paginya. Di halaman depan komentarnya, harian the Nation menyebutkan bahwa PAD seperti satu pengelompokan ideologi yang bermotif lari dari sesuatu yang jelas kepada yang tidak bisa dipahami," dan mengatakan, bahwa hal itu dikoordinasikan untuk menggulingkan pemerintah terpilih dengan klaim-klaim tanpa kekerasan. Banyak reaksi media difokuskan pada serbuan lambaian ribuan bendera PAD di saluran televisi negara NBT, yang mereka tuduh mendukung pemerintah. "Hal itu tak akan terjadi," kata suratkabar bisnis Krungkthep Thurakij. "Bahkan meskipun stasiun televisi itu tampaknya parsial, tapi mereka tidak akan menyatakan ketidaksukaan mereka dalam sikap keras seperti itu." Kecaman utama PAD adalah bahwa pemerintah yang terpilih pada Desember lalu, dalam kudeta 2006 adalah mandat tidak sah bagi perdana terguling Thaksin Shinawatra, yang sekarang tinggal di pengasingan di London setelah membayar uang jaminan untuk menghindari tuduhan-tuduhan korupsi, demikian diwartakan Reuters.(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008