kata radikal sendiri memiliki makna yang amat keras

Jakarta (ANTARA) - Penggantian kata radikalisme menjadi kata lain seperti manipulator agama seperti yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo adalah usaha untuk memperhalus makna, menurut Pimpinan Program Studi Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran Dr. Lina Meilinawati Rahayu.

"Dalam bahasa ada yang disebut eufemisme atau ungkapan pelembut. Ini dibuat karena ungkapan lama dianggap kasar atau kurang sedap nilai rasanya. Itu sudah biasa, tapi harus dilihat lagi artinya di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) apa arti manipulator dan radikalisme dan lihat persilangannya di mana," ujar Lina ketika dihubungi di Jakarta pada Jumat.

Dia mengambil contoh bentuk eufemisme seperti kata bodoh karena dianggap kasar maka bisa digantikan dengan kurang pandai atau kata dipecat menjadi dirumahkan.

Dalam penggantian penggunaan istilah kata "radikalis" menjadi "manipulator agama" bisa disebabkan karena kata "radikal" sendiri memiliki makna yang amat keras, ujar Dosen Linguistik Jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang Febri Taufiqurrahman.

Manipulator agama, ujar Febri, memiliki makna orang yang sedang memanipulasi atau memprovokasi agama dengan melakukan tindakan yang melanggar aturan hukum dan agama.

Baca juga: Ahli bahasa: Sah saja mengganti 'radikalisme' jadi 'manipulator agama'


Dalam pergantian itu, ujar Febri, ada keinginan untuk menghaluskan makna dari radikal atau radikalisme karena selama ini kata radikal lebih sering diartikan dalam sisi negatif.

"Jadi Presiden mungkin ingin menyebut orang-orang yang selama ini membuat kerusuhan mengatasnamakan agama itu adalah manipulator agama, bukan radikalisme agama," ujar dia.

Dalam KBBI radikalisme diartikan sebagai: paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengutarakan rencana mengganti kata "radikalisme" menjadi istilah lain seperti "manipulator agama".

Usulan itu dia utarakan dalam rapat terbatas penyampaian program dan kegiatan bidang politik, hukum, dan keamanan di Jakarta pada Kamis (31/10).


Baca juga: Penggantian "radikalisme" perlu diperjelas agar tak sempitkan makna

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019