Kekacauan distribusi BBM jenis solar ini sudah terjadi selama sebulan ini

Makassar (ANTARA) - Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI/ILFA) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) Syaifuddin Syahrudi menyatakan tata pasok bahan bakar minyak (BBM) oleh PT Pertamina di Sulawesi Selatan tidak jelas dan berdampak pada kacaunya distribusi logistik.

"Kekacauan distribusi BBM jenis solar ini sudah terjadi selama sebulan ini sejak dikeluarkannya surat edaran dari BPH Migas hingga dicabutnya kembali surat edaran itu," ujar Syaifuddin Syahrudi di Makassar, Jumat.

Ia mengatakan sejak surat edaran itu dicabut kembali, tetap saja tidak ada solusi karena BBM jenis solar masih tetap sulit didapatkan oleh para sopir angkutan logistik yang mengangkut kebutuhan masyarakat maupun ekspor.

Baca juga: Angkutan logistik Sulsel terganggu karena solar bersubsidi langka

Syaifuddin menyatakan walaupun surat edaran dicabut, para sopir tetap mengantre cukup lama di Sentra Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk bisa mendapatkan solar.

"Tidak ada solusi riil dari Pertamina. Di lapangan, para sopir masih susah dapat solar karena tetap dibatasi dan dijatah," katanya.

Dia mencontohkan, untuk arus distribusi ke Kabupaten Sidrap saat kondisi normal bisa 2-3 kali mobil angkutan singgah di SPBU untuk pengisian BBM dengan estimasi pergi dan pulang (PP) mencapai 5 sampai 6 kali singgah SPBU.

Namun saat ini, durasi pengisian bahan bakar membengkak parah setiap kali singgah di SPBU karena adanya pembatasan dan penjatahan sehingga banyak waktu terbuang untuk aktivitas distribusi logistik.

Baca juga: Angkutan logistik di tol dinilai layak disubsidi

"Jadi kalkulasi kasarnya, berapa puluh jam waktu yang terbuang akibat hanya karena antrean di SPBU. Bisa lebih lama antrean isi BBM dari pada waktu jarak tempuh," katanya.

Menurut dia, jika ingin konversi ke solar dex, pengusaha angkutan pasti mengalami kerugian biaya operasional mobil karena selisih BBM jenis bio solar dengan solar dex mencapai 100 persen.

Pihaknya sendiri mempertimbangkan opsi menaikkan harga angkutan atau rasionalisasi karena berisiko naiknya harga barang-barang di masyarakat.

Baca juga: Biaya logistik antarpulau tinggi karena inefisiensi

"Kita berada pada posisi yang dilematis. Kalau kita naikkan biaya angkutan, otomatis harga-harga di masyarakat juga akan naik. Pemerintah harusnya bisa melihat situasi ini agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat," ucapnya.


Pewarta: Muh. Hasanuddin
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019