Bandarlampung (ANTARA News) - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lampung, Subadra Yani, meminta pemerintah daerah (Pemda) mengawasi peredaran elpiji, jangan sampai dimanfaatkan oleh pihak ketiga yakni penimbun.
"Semestinya, penjualan elpiji dilakukan oleh agen resmi atau SPBU, bukan melalui pengecer lagi seperti warung-warung," kata dia, di Bandarlampung, Selasa.
Akibatnya, lanjut dia, terjadi penambahan harga yang harus ditanggung oleh konsumen ketika mereka membeli di warung.
Subadra menjelaskan, sering kali pada agen resmi di Lampung kehabisan persediaan, sementara di pedagang pengecer masih ada.
"Kenapa ini bisa terjadi, darimana pengecer mendapatkannya," kata dia.
Pemerintah kehilangan hati nurani
Ia pun menilai, pemerintah sudah kehilangan hati nurani sebab tidak bisa lagi memberikan perlindungan kepada rakyat dalam hal kebutuhan akan gas yang memang bisa diproduksi di dalam negeri.
Selain itu, pemerintah tidak bisa mengendalikan Pertamina dan DPR juga mandul, sebab sebagai wakil rakyat semestinya bisa membantu dalam mengentaskan permasalahan itu.
Harga bahan bakar gas itu di Lampung bervariasi tergantung penjualnya, yakni di SPBU, agen resmi, atau pengecer.
Misalnya, di agen resmi seperti SPBU dijual seharga Rp65 ribu untuk tabung ukuran 12 kilogram, namun di pengecer seperti warung berkisar Rp70 ribu-Rp75 ribu per tabung.
Warga juga meminta pemerintah segera menggulirkan tabung ukuran lima kilogram ke Lampung, karena dengan ukuran tersebut tetap bisa membelinya.
"Saat ini dengan tabung 12 kilogram dan harganya Rp70 ribu, cukup berat. Kalau ada tabung lima kilogram seperti di Jawa, saya fikir dapat meringankan," kata Ny Aisah, warga Kedaton, Bandarlampung.
Sementara itu, harga tabung kosong ukuran 12 kilogram pun cukup tinggi, yakni mencapai Rp700-Rp800 ribu per buah.
"Saya ingin membeli di salah satu SPBU, namun harganya mencapai Rp750 ribu," kata Amir, warga Kalibalok, Bandarlampung.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008