"Jika tidak ada persepsi yang sama antara pemerintah dan DPR bisa repot," ujar Hifdzil saat dihubungi, Jumat. .
Menurut dia, sebagai pihak yang berwenang untuk membentuk undang-undang, peran DPR sangat menentukan terkait terbit tidaknya omnibus law.
Bila tidak ada kesamaan perspektif politik antara Pemerintah dan DPR terkait omnibus law, maka bukan tidak mungkin aturan hukum yang digadang-gadang oleh Presiden Joko Widodo sebagai kunci menuju Indonesia maju itu tidak terlaksana.
"Kalau DPR-nya tidak sejalan dengan pemerintah ya tidak bisa dibuat omnibus law itu," ucap pria yang juga menjabat sebagai Direktur HICON Law & Policy Strategies tersebut.
Oleh karena itu Hifdzil meminta kepada pemerintah untuk mulai melakukan komunikasi atau lobi-lobi dengan anggota dewan guna menyinergikan pandangan mengenai omnibus law.
Terkait pembentukan omnibus law, Hifdzil berpendapat proses yang ditempuh tidak akan mudah, mengingat masih banyak regulasi sektoral di tiap-tiap kementerian.
Hifdzil menyarakan agar kebijakan membuat omnibus law dimulai dengan mengoptimalkan kementerian koordinator.
"Misalnya untuk kementerian koordinator ekonomi, maka semua kementerian di sektor ekonomi diminta untuk melakukan pendataan regulasinya. Kemudian regulasi itu direview. Aturan umum dan basic dari regulasi-regulasi tersebut menjadi materi untuk pembentukan omnibus law," ujar dia.
Baca juga: Omnibus law, Menko Polhukam segera bahas dengan Menkumham
Baca juga: Presiden Jokowi: Yasonna dipilih untuk selesaikan "omnibus law"
Baca juga: Pakar: konsep "Omnibus Law" perlu lembaga Pusat Legislasi Nasional
Menteri Airlangga Hartarto akan utamakan penyelesaian omnibus law
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019