Yang harus diperbaiki, pertama memperbaiki manual dari kita sendiri yang sudah ada di Kemenhub agar sesuai dengan manual lainnya terjadi integrasi dan tidak saling bertentanganTangerang (ANTARA) - Maskapai Lion Air diberi waktu selama tiga bulan untuk melakukan perbaikan, sebagai tindak lanjut Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan terhadap laporan akhir investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Polana B Pramesti dalam konferensi pers di Tangerang, Jumat mengatakan perbaikan tersebut terutama pada manual prosedur dalam menerbangkan Boeing 737 Max 8.
“Yang harus diperbaiki, pertama memperbaiki manual dari kita sendiri yang sudah ada di Kemenhub agar sesuai dengan manual lainnya terjadi integrasi dan tidak saling bertentangan,” kata Polana
Kedua, yakni pelatihan (training) kepada pilot Lion Air untuk mengoperasikan Boeing 737 Max 8 serta implementasi “safety management system”
Ketiga, pelaporan adanya gangguan atau kerusakan (hazard report) yang harus disampaikan oleh personel dan benar-benar diakses langsung oleh pejabat yang bertanggung jawab di Lion Air.
Kedua pelatihan dan training kepada pilot dari operator untuk mengoperasikan Boeing 737 Max 8.
“Yang utamanya adalah ‘reporting hazard’ dalam penerbangan akan ditindaklanjuti oleh kami,” katanya.
Ditjen Perhubungan Udara juga akan segera melakukan peningkatan pengawasan terhadap implementasi SOP di Lion Air dengan melakukan kegiatan pengawasan pada area training dan kegiatan operasional di lingkup kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat udara.
Polana mengatakan hal itu dilakukan dalam kurun waktu tiga bulan ke depan (hingga Januari 2020) dengan pertimbangan waktu yang diperlukan bagi Lion Air untuk menyiapkan atau memperbaiki sistem yang ada, terkait dengan pembaharuan dan sinkronisasi manual.
Salah satu laporan akhir investigasi KNKT terhadap kecelakaan pesawat Boeing 737 Max 8 milik Lion Air teregistrasi PK LQP dengan nomor penerbangan JT 610, yakni salah satu faktor berkontribusinya adalah tidak ada pencatatan kerusakan sensor “angle of attack” dalam sistem Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) dalam penerbangan sebelumnya, yakni Denpasar-Jakarta.
Sehingga, teknisi tidak mengetahui adanya kerusakan tersebut dan pesawat tersebut tetap diterbangkan dari Jakarta ke Pangkal Pinang.
Selain itu memang prosedur penanganan gangguan MCAS tidak dimasukkan ke dalam buku manual Boeing 737 Max 8 yang menyebabkan pilot kesulitan mencari dan akhirnya kehilangan kendali pesawat.
Baca juga: Pengamat nilai penyebab teknis kecelakaan JT 610 paling rumit
Baca juga: Boeing dinilai harus lampirkan kewajiban pelatihan pilot pesawat Max
Baca juga: Boeing minta maaf pada keluarga korban Lion AirJT 610
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019