minyak kelapa sawit adalah jawaban terbaik terhadap minyak nabati
Bali (ANTARA) - Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Republik Indonesia Mahendra Siregar mengatakan, Indonesia sangat terbuka dan justru ingin mendorong langkah bersama internasional untuk benar-benar melakukan suatu evaluasi dan kebijakan menyeluruh terhadap minyak nabati di lihat dari perspektif lingkungan hidup.
"Prinsipnya harus fair , adil, jangan hanya dilihat dari satu sisi saja. Apalagi sisi yang tidak dilakukan secara saintifik," ujarnya usai menjadi pembicara utama di konferensi minyak sawit "15th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2019 and 2020 Price Outlook" di Nusa Dua Convention Center, Bali, Jumat .
Mahendra mengatakan, sawit akan menjamin pengembangan minyak nabati dunia akan berkelanjutan. Dimana produktivitasnya yang tinggi, memberikan lapangan kerja dan nilai tambah tinggi serta manfaat turunannya juga besar.
"Jadi dalam konteks perbandingan dengan minyak nabati yang lain serta permintaan dunia yang akan meningkat terus, maka minyak kelapa sawit adalah jawaban terbaik terhadap minyak nabati. Makanya pemerintah Indonesia terus mendorong pemanfaatan dan nilai tambah serta permintaan penggunaan minyak sawit itu sendiri," ujarnya.
Pada kesempatan itu, mantan Wakil Menteri Perdagangan itu mengatakan, masa depan pasar minyak sawit dunia ada di Indonesia dengan konsumsi terbesar bisa mencapai 25 juta ton.
Baca juga: Wapres Ma'ruf dorong tiga hal terkait pengelolaan sawit
Baca juga: Wapres minta Kementan realisasikan peremajaan sawit
"Saya melihat tidak ada potensi pasar sawit di dunia selain Indonesia yang terbesar. Urutan kedua India di kisaran 10 juta ton," terang Mahendra
Dia memperkirakan dengan jangka waktu 5 hingga 10 tahun ke depan mayoritas produksi sawit yang dihasilkan bakal dipakai untuk kebutuhan dalam negeri.
"Kalau sekarang mungkin hanya kisaran 30 persen untuk pasar domestik. Tapi saya yakin dan optimis 5 hingga 10 tahun ke depan bisa mencapai 60 persen. Sisanya baru kita ekspor atau kita pakai turunannya yang kemudian turunannya diekspor," katanya.
Di lihat dari kacamata global, Mahendra melihat potensi besar ada di negara-negara Asia Selatan seperti India, Pakistan, Bangladesh. Sehingga pemerintah mendorong untuk menjalin kemitraan dan kerjasama terhadap sejumlah negara berkembang tersebut.
"Kerjasama bilateral dengan prinsip saling menguntungkan tentunya. Bukan yang kita ngalah terus dan orang untung terus," ujarnya.
Untuk itu, tambahnya pihaknya mendorong untuk pemenuhan minyak nabati negara-negara berkembang yang makin besar dan penting ekonominya.
"Jadi bukan persoalan pemenuhan konsumen Eropa yang kita lihat perekonomiannya sudah masuk kondisi sunset," kata mantan Duta Besar RI untuk AS itu.
Apalagi Wamenlu melihat kebijakan perdagangan yang tidak fair dari Uni Eropa dengan beragam diskriminasinya.
"Makanya kita tuntut mereka ke World Trade Organization (WTO) adalah sebuah keharusan atas diskriminasi selama ini," kata dia.
Baca juga: Wamenlu sebut Indonesia pasar terbesar minyak sawit
Baca juga: Pemerintah dorong peningkatan permintaan dalam negeri minyak sawit
Baca juga: Deputi Kemenko: kampanye negatif sawit tak boleh dibiarkan
Pewarta: Firman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019