Jakarta, (ANTARA News) - Bupati Pelalawan, Riau, Tengku Azmun Jaafar, Selasa, dituntut 12 tahun penjara oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan korupsi kasus penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Pelalawan.
"Menyatakan terdakwa Tengku Azmun Jafaar terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata JPU M. Rum dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi.
Tim JPU juga menuntut Tengku Azmun untuk membayar denda Rp500 juta subsidiair enam bulan kurungan.
JPU juga meminta Tengku Azmun membayar uang pengganti sebesar Rp19,832 miliar yang dikurangi dengan sejumlah uang yang telah disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Seperti termuat dalam surat dakwaan yang telah diajukan sebelumnya, tim JPU menyatakan, Azmun meminta saudaranya dan kolega untuk mendirikan perusahaan yang nantinya akan diberi izin usaha pemanfaatan hasil hutan.
Atas perintah itu, kemudian terbentuk sejumlah perusahaan yang juga mengajukan izin usaha pemanfaatan hasil hutan, antara lain PT Madukoro, CV Alam Lestari, CV Harapan Jaya, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri, CV Bhakti Praja Mulia, dan CV Mutiara Lestari.
Kemudian, menurut tim JPU, Azmun memerintahkan jajaran Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan untuk menindaklanjuti permohonan-permohonan tersebut.
"Padahal terdakwa mengetahui perusahaan-perusahaan tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk mengajukan permohonan IUPHHK-HT," ungkap tim JPU.
Perusahaan-perusahaan bentukan tadi tidak memiliki komitmen dalam pengelolaan hutan lestari, tidak memiliki kemampuan finansial, serta tidak memiliki tenaga teknis seperti yang disyaratkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001.
Setelah dilakukan survey dan studi kelayakan yang dibuat oleh masing-masing perusahaan, JPU menyatakan Azmun langsung menerbitkan IUPHHK-HT dalam kurun waktu Desember 2002 hingga Januari 2003 kepada 15 perusahaan, yaitu PT Merbau Pelalawan Lestari (5.590 hektar), PT Selaras Abadi Utama (11.690 hektar), PT Uniseraya (35.000 hektar), CV Tuah Negeri (1.500 hektar), CV Mutiara Lestari 4.000 hektar).
Kemudian CV Putri Lindung Bulan (2.500 hektar), PT Mitra Tani Nusa Sejati (7.300 hektar), PT Rimba Mutiara Permai (9.000 hektar), CV Bhakti Praja Mulia (5.800 hektar), PT Triomas FDI (9.625 hektar).
Selain itu PT Satria Perkasa Agung (12.000 hektar), PT Mitra Hutani Jaya (10.000 hektar), CV Alam Lestari (3.300 hektar), PT Madukoro (15.000 hektar), dan CV Harapan Jaya (4.800 hektar).
Menurut Tim JPU, Azmun kemudian menawarkan pengambil alihan (take over) PT Madukoro dan CV Harapan Jaya kepada PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) karena menyadari kedua perusahaan bentukan tadi tidak memiliki kemampuan mengelola areal hutan.
Hal serupa juga dilakukan terhadap empat perusahaan lain yang dijual kepada PT PKS. Perusahaan-perusahaan itu adalah CV Mutiara Lestari, CVB Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri, CVB Alam Lestari, dan CV Bhakti Praja Mulia.
"Terdakwa sejak menerbitkan IUPHHK-HT kepada 15 perusahaan tersebut telah mendapatkan sejumlah uang sebagai hasil kompensasi take over maupun kerjasama operasional," ungkap tim JPU dalam surat dakwaan.
Penerimaan uang itu, menurut JPU, mencapai Rp19,832 miliar.(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008