Semarang, (ANTARA) - Punya ayah berpangkat jenderal ternyata bukan jaminan untuk bisa masuk Akademi Kepolisian (Akpol). Seorang anak jenderal tidak berhasil masuk Akpol pada tahun ini sedangkan anak seorang penambal ban lulus tes dan jadi taruna.
"Tahun ini anak Kapolda (berpangkat jenderal) tidak lulus, sedangkan anak seorang penambal ban di Cengkareng (Tangerang, Banten) lulus," kata Deputi Sumber Daya Manusia Kapolri, Irjen Pol Bambang Hadiyono di Kampus Akpol, Kota Semarang, Senin.
Hadiyono mengatakan hal itu saat memimpin proses penghitungan nilai ujian akhir dalam sidang penerimaan taruna Akpol secara terbuka.
Menurut Hadiyono, proses seleksi taruna yang berlangsung secara terbuka itu akan memberikan kesempatan kepada semua warga negara tanpa memandang latar belakang orang tua.
Tahun 2007, katanya, keponakan Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan tidak lulus, padahal saat itu Trimedya hadir sebagai anggota DPR dan ikut mengawasi proses penghitungan nilai.
"Keponakan saya sendiri juga tidak lulus pada tahun 2007 lalu," kata Hadiyono.
Ia menyatakan, proses seleksi taruna melibatkan pengawas eksternal antara lain dari Dinas Kependudukan, Dinas Pendidikan, Komisi Kepolisian Nasional, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), kalangan perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Nilai setiap tahapan ujian langsung diberikan kepada peserta seleksi dan mereka dapat mengadu ke panitia jika ada nilai yang berubah.
Untuk soal tes akademik tertulis, polisi membuat ratusan soal lalu dipilih 100 soal secara acak dan 100 soal itu disimpan oleh LSM dan provos.Soal ujian disimpan dalam brankas yang kuncinya dipegang oleh LSM dan provos.
"Kami tidak tahu, soal nomor satu itu apa. Nomor dua apa karena mereka yang menyimpan," katanya.
Tes akademik tertulis di tingkat daerah juga sama yakni soal dibuat Mabes Polri lalu disimpan dalam CD yang diberi kata kunci (password) tidak diberikan ke panitia daerah.
"Satu hari sebelum tes akademik, kata kunci baru diberi lalu soal digandakan dengan pengawasan dari pihak luar," ujarnya.
Beberapa orang tua taruna mengaku tidak mengeluarkan uang sama sekali dalam seleksi taruna.
Sriyono, sopir bus "Sri Mulyo" jurusan Solo - Purwodadi menyatakan, dirinya tidak mengeluarkan uang agar anaknya Agus Santoso diterima sebagai taruna.
"Betul-betul tidak ada. Penghasilan saya kan hanya Rp60 ribu per hari," katanya.
Pokorasmin, seorang penjual roti panggang asal Bandung mengaku tidak tahu menahu soal uang."Tidak tahu soal itu. Dia (anak saya) daftar sendiri. Dia juga tidak pernah minta uang ke saya," ujarnya.
Doni Agung, anak Komandan Pangkalan TNI AU Adisutjipto Yogyakarta, Marsekal Pertama TNI Hadi Mulyono juga masuk ke Akpol tanpa membayar.Doni datang ke Akpol bersama ibunya, Ny Hadi Mulyono.
Perasaan haru menyelimuti sebagian orang yang hadir ketika Bambang Hadiyono memanggil orang tua bernama I Wayan Ngatak sebab anaknya, I Gede Lula Duarta diterima sebagai taruna. Duarta mengaku bapaknya tidak bisa hadir di kampus Akpol karena tidak ada ongkos.Orang tuanya hanya buruh bangunan.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008