Jakarta (ANTARA) - Menyusul pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyalahkan sistem "warisan" penganggaran elektronik atau e-budgeting yang dijalankan pada pemerintahan era sebelumnya, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama menyatakan sistem tersebut justru untuk transparansi.
"Aku tidak mau berkomentar, sudah lupa, yang pasti karena e-budgeting semua orang tahu pengeluaran APBD DKI," kata Basuki (Ahok) dalam pesan singkatnya pada wartawan di Jakarta, Kamis.
Kendati demikian, Basuki mengatakan dirinya sudah lupa mengenai tata cara penganggaran dengan sistem e-budgeting yang dilaksanakan di era dia menjabat gubernur tersebut, terlebih beberapa waktu dirinya harus mendekam di Mako Brimob karena pasal penistaan agama.
"Yang pasti karena e-budgeting itu, semua orang yang mau tahu pengeluaran uang APBD DKI bisa dapatkan datanya, mulai dari pembelian pulpen, aibon, hingga UPS (uninterruptible power supply)," ucapnya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyalahkan sistem e-budgeting atau penganggaran elektronik warisan dari pemerintahan sebelumnya yang menurutnya tidak pintar atau smart sehingga menghasilkan anggaran janggal.
"Kalau ini adalah smart system, dia bisa melakukan pengecekan, verifikasi, bisa menguji. Saat ini sistem digital, tapi masih mengandalkan manual untuk verifikasi, sehingga kalau mau ada kegiatan-kegiatan, akhirnya jadi begini ketika menyusun RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah)," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Rabu (30/10).
Baca juga: Anies sebut sudah kaji kritik anak buah soal anggaran janggal
Baca juga: Anies sebut masalah penganggaran terjadi akibat sistem "warisan"
Baca juga: Anies salahkan sistem penganggaran "warisan" terkait anggaran janggal
Menurut Anies, jika pengecekannya adalah dengan sistem manual, pada akhirnya akan selalu berulang ditemukan masalah serupa.
"Kami perhatikan sistemnya harus diubah supaya begitu mengisi, hasil komponennya relevan," kata Anies.
Namun demikian, Basuki menyatakan dirinya tidak mau berkomentar soal hal tersebut, namun menurut Basuki sistem tersebut bisa berjalan baik, namun bergantung pada sumber daya manusia (SDM).
"Sistem itu berjalan baik jika yang input datanya tidak ada niat mark-up apalagi maling," ujarnya.
"Untuk mencegah korupsi, hanya ada satu kata, yaitu transparansi sistem yang ada," ucapnya.
Sebelumnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyoroti beberapa anggaran yang janggal seperti lem Aibon senilai Rp82,8 miliar di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat, anggaran pengadaan ballpoint sebesar Rp124 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur, 7.313 unit komputer dengan harga Rp121 miliar di Dinas Pendidikan, serta beberapa unit server dan storage senilai Rp66 miliar di Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik.
DPRD DKI Jakarta dalam pembahasan KUA-PPAS 2020 juga mengomentari anggaran janggal lainnya yakni pembangunan jalur sepeda 69 kilometer Rp73 miliar, pengadaan cat senilai Rp61 miliar, anggaran antivirus Rp12 miliar, anggaran influencer promosi pariwisata sebesar Rp5 miliar.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019